Biografi dan Gerakan Dakwah Imam Muhammad bin Abdul Wahab (⮫)


 Biografi dan Gerakan Dakwah Imam Muhammad bin Abdul Wahab

Biografi dan Gerakan Dakwah Imam Muhammad bin Abdul Wahab

 Penyusun:

Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bāz

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam dan semoga Allah Ta'ālā senantiasa melimpahkan selawat, salam, dan keberkahan kepada hamba dan utusan-Nya serta makhluk-Nya yang paling mulia, pemimpin dan imam kami, Muhammad bin Abdullah, dan semoga tercurahkan pula kepada keluarga, para sahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti Sunnah-nya.

Ammā ba'du; Wahai saudaraku yang mulia! Wahai anak-anakku yang tersayang! Kajian singkat ini saya persembahkan untuk kalian semua guna memberikan pencerahan inspirasi, mengklarifikasi fakta, dan sebagai nasihat karena Allah Ta'ālā dan bagi seluruh hamba-Nya serta sebagai wujud pemenuhan hak yang harus saya tunaikan kepada figur yang menjadi tema kajian kita. Kajian ini bertemakan: Biografi dan Gerakan Dakwah Imam Muhammad bin Abdul Wahab.

Manakala tema pembahasan seputar sosok para reformis, para dai, dan para pembaharu beserta kemuliaan perangai dan akhlak mereka, besarnya jasa-jasa agung mereka, serta indahnya perjalanan hidup mereka yang menunjukkan keikhlasan dan ketulusan mereka dalam berdakwah dan dalam memperbaiki umat, termasuk tema yang digemari oleh jiwa, disenangi oleh hati, dan menarik perhatian setiap orang yang beristikamah di atas agama untuk senantiasa mendengarnya, begitu pula para dai serta orang-orang yang selalu berdakwah di atas jalan kebenaran; maka saya memandang sangat urgen bagi saya untuk membahas perjalanan hidup seorang figur, pembaharu, dan dai besar ini. Beliau adalah ulama besar, pembaharu Islam di Semenanjung Arab pada abad yang ke-12 Hijriah; yaitu Imam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali At-Tamīmiy Al-Ḥanbaliy.

Sungguh banyak orang yang mengenal Sang Imam ini terutama para ulama dan cendekiawan, pun demikian para pembesar dan figur penting di Jazirah Arab maupun di luar Jazirah Arab. Selain itu, banyak pula yang telah menulis tentang beliau dalam karya-karya mereka; baik dibahas secara singkat maupun panjang lebar. Tidak sedikit pula orang-orang menulis profil beliau secara khusus; tak terkecuali para orientalis dalam karya-karya mereka yang cukup banyak. Dan ada juga yang mencantumkan nama beliau dalam buku-buku yang memuat nama para tokoh reformis atau dalam buku-buku sejarah yang mereka tulis. Bahkan, orang-orang yang objektif di kalangan para orientalis seringkali menggambarkan beliau sebagai seorang reformis besar dan pembaharu Islam yang selalu komitmen di atas petunjuk dan bimbingan dari Rabb-Nya. Para penulis biografi dan dakwah sungguh sangat banyak dan tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Di antara mereka, terdapat seorang penulis besar; Syekh Abu Bakar Ḥusain bin Gannām Al-Aḥsā`iy. Beliau telah menyusun biografi Sang Imam dengan begitu bagus dan banyak menyebutkan pelajaran penting. Beliau menyebutkan berbagai sisi kehidupannya dan beberapa peperangan yang pernah diikutinya dengan pemaparan yang panjang lebar. Beliau juga banyak menulis karya-karya Sang Imam dan istinbāṭ (sisi pendalilan) beliau dari Kitābullāh 'Azza wa Jalla.

Penulis lain yang juga pernah menulis biografi Syekh ini adalah Syekh Usman bin Bisyr di dalam kitabnya yang berjudul Al-Majd. Di dalam kitab ini, penulis mencantumkan biografi beliau; baik dari sisi dakwahnya, perjalanan hidupnya, peperangan yang pernah diikutinya hingga jihadnya.

Kemudian, penulis lain yang berasal dari luar Jazirah Arab adalah Dr. Ahmad Amin; sebagaimana tertuang dalam kitabnya, Zu'amā` Al-Iṣlāḥ (Para Pemimpin Reformasi Islam). Di dalamnya, penulis memaparkan biografi Syekh dengan begitu objektif.

Penulis lainnya adalah seorang ulama besar, Syekh Mas'ūd An-Nadwiy; beliau mengisahkan biografi Syekh dengan sangat baik di dalam kitab yang ia beri judul Al-Muṣliḥ Al-Maẓlūm (Reformis yang Terzalimi).

Kemudian ada juga seorang ulama besar, Al-Amīr Muhammad bin Ismail Aṣ-Ṣan'āniy yang menulis biografinya. Beliau pernah semasa dengan Syekh dan pernah pula merasakan pengaruh dakwah beliau. Tatkala dakwah Sang Syekh sampai kepadanya, ia sangat berbahagia dan senantiasa memuji Allah Ta'ālā atas tersebarnya dakwah tersebut.

Begitu pula seorang ulama besar lain, Syekh Muhammad bin Ali Asy-Syaukāniy -penyusun kitab Nail Al-Auṭār-, juga telah menulis tentang Syekh dan menyampaikan belasungkawa atas wafatnya beliau dengan bait-bait syair yang luar biasa.

Dan masih banyak lagi para penulis yang telah menyusun biografi Syekh selain para penulis yang telah kita sebutkan tadi dari kalangan alim ulama. Namun, lantaran masih banyaknya orang yang belum mengenal betul tentang sosok figur mulia ini, begitu pula biografi, perjalanan hidup, dan peran dakwahnya; maka saya memandang perlunya untuk ikut serta memaparkan biografi Sang Imam ini, begitu pula kisah perjalanan hidup beliau yang inspiratif, ketulusannya dalam berdakwah serta kesungguhannya dalam berjihad.

Saya juga akan menjelaskan sedikit tentang sosok beliau sebatas apa yang saya ketahui agar kebenaran semakin tampak jelas bagi siapa pun yang masih menganggap samar sosok beliau, dan bagi siapa saja yang masih meragukan kemuliaan beliau dan peran dakwahnya.

Imam ini dilahirkan pada tahun 1115 H. Inilah pendapat yang masyhur (di kalangan para sejarawan) berkaitan dengan tahun kelahirannya. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada tahun 1111 H. Namun, pendapat yang kuat adalah yang pertama, yaitu tahun 1115 H.

Syekh raḥimahullāh belajar agama langsung di bawah bimbingan ayahandanya di kota 'Uyainah yang merupakan kampung halamannya. Kota ini merupakan sebuah distrik terkenal di daerah Yamāmah di wilayah Nejed, arah barat laut kota Riyadh. Jarak antara kota tersebut dengan Riyadh sekitar 70 km. Di tempat itulah Syekh raḥimahullāh dilahirkan dan tumbuh dalam lingkungan yang baik hingga mampu menyelesaikan hafalan Al-Qur`ān lebih awal.

Beliau terkenal dengan ketekunannya dalam belajar dan menimba ilmu yang langsung di bawah bimbingan ayahandanya, Syekh Abdul Wahab bin Sulaiman yang merupakan seorang ahli fikih terkenal, ulama yang kredibel, dan hakim di Kota 'Uyainah.

Taklala Syekh mencapai usia dewasa, beliau berangkat menunaikan ibadah haji dan menetap di Mekah agar dapat menimba ilmu secara langsung dari sebagian ulama Al-Ḥaram Asy-Syarīf.

Tak lama kemudian beliau berpindah ke Kota Madinah untuk menimba ilmu dari para ulama Madinah. Di sana, beliau tinggal beberapa waktu dan menimba ilmu langsung dari dua ulama besar yang terkenal di Kota Madinah ketika itu. Keduanya adalah Syekh Abdullah bin Ibrahim bin Saif An-Nejediy yang berasal dari Majma'ah. Beliau adalah ayahanda dari Syekh Ibrahim bin Abdullah, penyusun kitab Al-'Ażb Al-Fā`iḍ fi 'Ilmil-Farā`iḍ. Di Madinah, Syekh juga belajar langsung dari seorang ulama besar yaitu Muhammad Ḥayāh As-Sindiy. Kedua ulama inilah yang populer menjadi tempat belajar Syekh di antara sekian banyak ulama yang tinggal di kota Madinah. Kemungkinannya, beliau juga menimba ilmu dari ulama-ulama lain yang mungkin tidak kita kenal.

Syekh lalu melanjutkan perjalanannya menuntut ilmu ke negeri Irak dan tinggal di kota Basrah. Di tempat tersebut beliau sering bergaul dengan para ulama serta banyak menimba ilmu dari mereka. Di samping itu juga beliau mulai aktif mendakwahkan tauhid di kota tersebut dan mengajak para penduduk untuk menghidupkan Sunnah serta menyampaikan kepada mereka bahwa kewajiban pertama bagi setiap muslim ialah menerapkan Islam berdasarkan Al-Qur`ān dan Sunnah Rasulullah . Untuk itu, beliau banyak melakukan diskusi dan mużākarah (adu argumentasi) mengenai hal tersebut dan tak jarang beliau berdebat dengan para ulama.

Di antara guru beliau yang paling terkenal di Basrah adalah Syekh Muhammad Al-Majmū'iy. Namun, dakwah Syekh ternyata mendapatkan tekanan dari beberapa ulama sū` (berperangai buruk) di Kota Basrah. Bahkan beliau beserta gurunya sering mendapatkan celaan dan penentangan. Karena alasan ini, beliau berniat untuk meninggalkan kota Basrah dan hendak menuju Syam, namun niat tersebut urung dilanjutkan karena biaya yang tidak cukup untuk berangkat ke sana.

Akhirnya, Syekh memutuskan menuju Kota Az-Zubair, dan dari kota inilah beliau melanjutkan perjalanan ke daerah Aḥsā`. Di sana beliau menimba ilmu kembali dari para ulama serta banyak berdiskusi dengan mereka tentang pokok-pokok dasar Islam.

Kemudian Syekh berpindah ke distrik Ḥuraymilā`, tempat ayahnya bermukim, dan itu terjadi wallāhu a'lam pada dekade kelima di abad ke-12 H. Sebelumnya, ayahandanya adalah seorang hakim di 'Uyainah, namun karena seringkali terjadi konflik antara ayahandanya dengan Amir 'Uyainah, maka ia pun akhirnya berpindah ke Ḥuraymilā` di tahun 1139 H. Lalu Syekh Muhammad menyusul ayahandanya ke Ḥuraymilā` setelah berpindahnya ayahnya di tahun tersebut. Sehingga, kedatangan Syekh ke Ḥuraymilā` diperkirakan pada tahun 1140 H atau beberapa tahun setelahnya. Beliau lalu menetap di sana dan senantiasa fokus untuk menimba ilmu, mengajar serta berdakwah hingga ayahandanya wafat di tahun 1153 H.

Sepeninggal ayahnya, sebagian penduduk Ḥuraymilā` mulai menentang beliau, bahkan sebagian orang yang hina di antara mereka berencana membunuh Syekh. Ada yang mengisahkan bahwa sebagian di antara mereka sempat menaiki tembok rumah Syekh untuk membunuh beliau, namun usaha mereka terbongkar tatkala orang-orang memergoki mereka, akhirnya mereka lari tunggang langgang. Akibat kejadian ini, akhirnya beliau memutuskan untuk berpindah ke 'Uyainah.

Faktor utama kebencian para penentang dakwah Syekh tersebut adalah karena kebiasaan beliau yang selalu aktif dalam beramar makruf nahi mungkar dan seringkali menghimbau para umara untuk menjatuhkan hukuman takzir kepada para pelaku kriminal yang banyak meresahkan masyarakat ketika itu, baik dengan merampok, merampas maupun dengan menyakiti korbannya.

Ketika orang-orang jahat yang dikenal dengan julukan 'abīd (para hamba sahaya) di Ḥuraymilā` itu mengetahui bahwa Syekh seringkali menghalangi usaha mereka, menunjukkan ketidakridaan terhadap tingkah laku mereka, dan seringkali mendorong umara untuk menghukum para penjahat dan menjatuhkan hukuman atas kejahatan mereka; akhirnya mereka menjadi semakin murka dan bertekad untuk membunuh beliau. Namun, Allah Ta'ālā senantiasa menjaga beliau dan melindunginya dari makar-makar mereka.

Akibat kejadian ini, akhirnya Syekh berpindah ke 'Uyainah, dan ketika itu wali kota atau amirnya bernama Usman bin Nāṣir bin Ma'mar. Tatkala Syekh sampai di kota tersebut; beliau mendapatkan sambutan yang hangat dari amir tersebut seraya berkata pada beliau, "Silakan engkau berdakwah kepada Allah! Kami akan selalu bersamamu dan senantiasa menjadi pelindungmu."

Kemudian Syekh lebih berkonsentrasi untuk mengajar, membimbing masyarakat, berdakwah kepada Allah 'Azza wa Jalla serta mengarahkan orang-orang kepada kebaikan dan menumbuhkan rasa cinta antar sesama umat Islam karena Allah, baik laki-laki maupun perempuan. Maka populerlah dakwah Syekh di wilayah 'Uyainah dan dirinya semakin dikenal; yang membuat masyarakat dari berbagai daerah yang berdekatan dengan 'Uyainah berbondong-bondong mendatangi beliau.

Pada suatu hari, Syekh menyatakan kepada Sang Amir, Usman, "Biarkanlah kami meruntuhkan bangunan kubah di atas kuburan Zaid bin Al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu 'anhu, karena kubah tersebut dibangun tidak sesuai syariat, di samping itu, Allah Jalla wa 'Alā tidaklah rida dengan perbuatan ini. Bahkan Rasulullah telah melarang mendirikan bangunan di atas kuburan serta menjadikannya sebagai tempat salat. Apalagi kubah ini sungguh telah menyebabkan fitnah besar bagi manusia, merubah akidah mereka, serta mengakibatkan terjadinya kesyirikan, sehingga wajib untuk dirobohkan."

Akhirnya Amir mengatakan, "Tidak menjadi masalah bila engkau lakukan hal tersebut." Syekh lantas menimpalinya, "Namun yang aku khawatirkan adalah bila penduduk Jubailah memberontak bila kubah itu dirobohkan." Jubailah adalah salah satu perkampungan yang dekat dengan kuburan tersebut. Maka Amir Usman akhirnya keluar membersamai Syekh dengan disertai 600 personel pasukan untuk merobohkan kubah tersebut.

Ketika rombongan sudah mendekati kubah dan penduduk Jubailah mendengar rencana mereka tersebut, mereka pun keluar guna membela dan melindungi bangunan kubah tersebut. Namun, ketika mereka melihat Amir Usman dan para tentara, akhirnya mereka kembali dan mengurungkan niat mereka. Selanjutnya dengan mudah Syekh menghancurkan dan merobohkan bangunan kubah tersebut. Sungguh Allah 'Azza wa Jalla telah meruntuhkan bangunan tersebut lewat usaha beliau raḥimahullāh. Marilah sejenak kita mengingat kembali kondisi Nejed sebelum munculnya dakwah Syekh raḥimahullāh serta faktor yang melatarbelakangi beliau untuk menegakkan kebenaran dan berdakwah.

Dahulu, penduduk Nejed sebelum tersebarnya dakwah Syekh, telah berada dalam kondisi yang sangat tidak diharapkan oleh seorang mukmin. Sebab syirik akbar telah berkembang pesat dan menyebar ke mana-mana, sampai kuburan, pepohonan, bebatuan, dan gua-gua tak luput dari penyembahan. Bahkan orang yang mengaku sebagai wali pun disembah, meski orang tersebut termasuk orang yang bodoh. Banyak sosok yang mengaku sebagai wali disembah selain Allah padahal mereka adalah orang-orang yang gila, tidak normal, dan tidak berakal.

Di wilayah Nejed, ketika itu memang terkenal dengan praktik sihir dan perdukunan, banyak masyarakat melakukan praktik perdukunan dan membenarkan berita para penyihir, tanpa ada satu pun yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang dikehendaki Allah. Dan kebanyakan mereka juga larut dalam urusan dunia dan hawa nafsu serta sedikit sekali di antara mereka yang teguh menjalankan syariat Allah serta menolong agama-Nya. Bahkan realitas seperti ini juga terjadi di dua tanah haram yang mulia dan negeri Yaman; kesyirikan sudah amat kental sekali, begitu pula pembangunan kubah di atas kuburan, berdoa kepada para wali, dan beristigasah kepada mereka. Hal ini seringkali dijumpai di negeri Yaman. Adapun kondisi di kota Nejed lebih parah darinya; bahkan sesuatu selain Allah, baik kuburan, gua, pepohonan hingga orang yang kurang waras dan gila pun mereka jadikan sebagai tempat berdoa dan beristigasah.

Di antara hal lain yang sering dijumpai di kota Nejed adalah kebiasaan meminta-minta kepada jin dan beristigasah kepadanya serta menyembelih kurban untuk mereka, lantas meletakkannya di pojok-pojok rumah dengan tujuan agar hal tersebut dapat menyelamatkan serta melindungi mereka dari keburukan.

Tatkala Sang Imam melihat fenomena kesyirikan ini menjamur di tengah masyarakat tanpa ada orang yang mampu mengingkarinya dan mendakwahi mereka; akhirnya beliau bersegera mendakwahi mereka dan bersabar dalam menegakkan dakwahnya, karena Syekh merasa sudah saatnya jihad kalimat ditegakkan disertai kesabaran dan ketabahan bila mendapatkan rintangan. Beliau pun berupaya keras untuk selalu mengajarkan kebaikan, membimbing serta mengarahkan masyarakat di kota 'Uyainah kepada tauhid. Tak jarang pula Syekh melakukan upaya diskusi dengan para ulama di sana dan mużākarah (adu argumetasi) bersama mereka dengan harapan agar mereka peduli untuk bersama-sama menolong agama Allah serta berjihad menghadapi kesyirikan dan berbagai khurafat.

Akhirnya, tidak sedikit di kalangan ulama Nejed, begitu pula ulama Haramain serta ulama Yaman yang menyambut dengan hangat dakwah Syekh ini. Bahkan para ulama tersebut sampai menulis surat khusus sebagai bentuk dukungan untuk beliau.

Namun demikian, masih ada sebagian di antara mereka yang menolak ajakan yang mulia ini, bahkan tak segan mereka mencela, menghina hingga memprovokasi masyarakat dari dakwah yang disebarkan oleh Syekh.

Mereka ini berada di antara dua kelompok:

§  Kelompok pertama ialah kelompok yang jahil, suka berbuat khurafat, tidak mengenal agama Allah dan tidak mengenal pula bagaimana mengesakan Allah, yang mereka yakini hanyalah apa yang mereka dapatkan dari para leluhur dan nenek moyang mereka, berupa kejahilan, kesesatan, kesyirikan, bidah, dan berbagai bentuk khurafat; sebagaimana yang Allah 'Azza wa Jalla kisahkan tentang kondisi mereka: "Bahkan mereka berkata, 'Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka.'" (QS. Az-Zukhruf: 23).

§  Kelompok kedua ialah orang yang mengaku sebagai ulama, namun realitasnya mereka seringkali menolak dakwah yang mulia ini dengan keras dan penuh dengki. Hal ini sengaja mereka lakukan agar masyarakat awam tidak menuduh kelompok ini dengan ucapan: "Mana peran kalian selama ini? Kenapa kalian tidak mengingkari perbuatan ini? Kenapa hanya Ibnu Abdul Wahab yang berani mendakwahkan kebenaran, sedangkan kalian hanya mendiamkan kemungkaran, padahal kalian adalah ulama?!" Maka mereka pun merasa hasad terhadap usaha Syekh, disertai rasa malu dari tuduhan orang-orang awam. Hal ini menyebabkan mereka menampakkan pengingkaran terhadap sebuah kebenaran dan lebih mengutamakan keinginan hawa nafsunya daripada sebuah kebenaran yang tampak nyata dan demi mengekor tabiat kaum Yahudi yang lebih memprioritaskan dunia daripada akhirat. Kita memohon kepada Allah Ta'ālā agar diberikan kebaikan agama dan keselamatan dari kesesatan.

Menghadapi hal ini semua, Syekh senantiasa bersabar dan berupaya keras untuk tetap berdakwah. Bahkan, banyak dari kalangan ulama dan para figur dari dalam dan dari luar Jazirah Arab selalu memberikan dukungan kepada beliau. Hal inilah yang membuat beliau semakin teguh dalam berdakwah dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Beliau seringkali menyandarkan hal ini kepada Al-Qur`ān, bahkan beliau punya peran besar dalam menafsirkan Al-Qur`ān dan mengambil berbagai dalil darinya. Beliau pun juga sering mengacu pada perjalanan hidup Rasulullah dan para sahabatnya. Dengan begitu antusias, beliau mempelajari biografi mereka serta menelaahnya. Hal inilah yang cukup banyak membantu beliau untuk tetap teguh di atas kebenaran. Maka bangkitlah beliau dengan penuh keyakinan dan tekad kuat menyebarkan dakwahnya di tengah-tengah manusia. Di samping itu, beliau juga seringkali menulis surat berupa ajakan dakwah kepada para umara dan para ulama.

Pada akhirnya Allah Ta'ālā mewujudkan harapan-harapannya yang mulia, dengan perantaraannya dakwah tauhid pun tersebar luas dan kebenaran semakin menjadi kuat. Allah Ta'ālā juga menyiapkan baginya para penolong, bala bantuan, dan orang-orang yang selalu membersamainya hingga agama Allah semakin terlihat mulia dan kalimat Allah semakin menjulang tinggi.

Meskipun demikian, Syekh masih terus konsisten untuk berdakwah di Kota 'Uyainah, baik dengan mengajarkan ilmu maupun dengan membimbing umat. Tatkala beliau menyadari bahwa dakwahnya belum memberikan pengaruh maksimal, beliau lalu terjun berdakwah ke masyarakat secara nyata agar mampu menghilangkan sedikit beban yang ada di tangannya dan berusaha semaksimal mungkin menghilangkan fenomena kesyirikan dengan tangan beliau sendiri.

Beliau pernah berkata kepada Amir Usman bin Ma'mar, "Kita harus berusaha merobohkan kubah yang dibangun di atas kuburan Zaid." Yakni, Zaid bin Al-Khaṭṭāb yang merupakan saudara Amīrul-Mu`minīn Umar bin Al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu 'anhumā. Zaid termasuk di antara para syuhada dalam memerangi Musailamah Al-Każżāb di tahun 12 H. Beliau terbunuh dalam peperangan tersebut. Akhirnya dibangunlah kubah di atas kuburannya untuk mengenang jasa-jasa beliau. Padahal ada kemungkinan itu bukanlah kuburan Zaid, hanya saja masyarakat menyebut bahwa itulah kuburnya.

Keinginan beliau untuk menghancurkan kubah tersebut disetujui oleh Amir Usman, dan Alhamdulillah, kubah itu mampu dirobohkan, sehingga jejak kubah itu pun tak ada lagi sampai sekarang. Allah Jalla wa 'Alā telah benar-benar menghilangkan kubah tersebut tatkala dirobohkan atas dasar niat yang saleh dan keinginan yang lurus serta demi untuk membela kebenaran.

Selain kubur Zaid ini, masih terdapat beberapa kuburan lain, di antaranya yang disebut-sebut sebagai kuburan Ḍirār bin Al-Azwar yang juga memiliki kubah yang akhirnya diruntuhkan pula. Begitu juga dengan beberapa kuburan lain yang akhirnya Allah 'Azza wa Jalla meruntuhkannya dengan perantaraan beliau. Selain itu, ada pula beberapa gua, bebatuan serta pepohonan yang masih disembah selain Allah 'Azza wa Jalla, semuanya diruntuhkan dan dihancurkan, serta masyarakat diingatkan dari hal tersebut.

Intinya, bahwa Syekh raḥimahullāh terus konsisten untuk berdakwah baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan sebagaimana yang telah kita bahas. Lantas muncul satu kejadian tatkala seorang wanita mendatangi Syekh seraya mengaku telah berkali-kali melakukan perbuatan zina. Di saat beliau menanyakan tentang kejiwaan wanita tersebut, ada yang menjawab kalau wanita tersebut berakal dan bukan wanita yang tidak normal. Maka ketika wanita itu terus bersikukuh atas pengakuannya dan tidak mencabut pengakuannya serta tidak ada pengakuan bila dia berzina atas paksaan dan bukan karena syubhat, sedang dirinya pun termasuk wanita yang telah menikah, maka Syekh raḥimahullāh memerintahkan agar wanita itu dirajam. Maka dirajamlah wanita tersebut atas perintah Syekh, karena jabatan beliau waktu itu adalah seorang hakim di Kota 'Uyainah. Setelah kejadian ini; nama Syekh semakin terkenal, terutama setelah peristiwa dirobohkannya kubah di atas kuburan dan dirajamnya wanita pezina tersebut. Begitu pula dengan dakwah beliau yang begitu mulia serta berbondong-bondongnya manusia untuk berhijrah ke Kota 'Uyainah.

Dakwah Syekh ini ternyata sampai juga ke telinga Amir Aḥsā` dan para pengikutnya dari bani Khālid yang bernama Sulaiman bin 'Urai'ir Al-Khālidiy; yaitu bahwa beliau konsisten berdakwah kepada Allah, merobohkan kubah yang dibangun di atas kuburan serta informasi tentang ditegakkannya beberapa hukuman hudud. Maka dakwah Syekh ini dianggap sangat berbahaya oleh orang badui ini (Amir Aḥsā`); karena di antara kebiasaan penduduk badui (pedalaman) -kecuali orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah- ialah suka berbuat kezaliman, gemar menumpahkan darah, merampok harta benda serta melecehkan kehormatan.

Hal ini lantas membuat amir ini khawatir bila Syekh semakin dikenal, dan akan membahayakan kekuasaan dan ketenaran dirinya. Maka ia bersegera menulis surat ancaman kepada Usman (Amir 'Uyainah) dan menyuruhnya agar segera membunuh Syekh Muhammad di Kota 'Uyainah seraya berkata, "Sesungguhnya berita yang berkaitan dengan orang alim ini telah sampai kepadaku, maka tidak ada jalan lain kecuali engkau membunuh dia atau kami akan memutus aliran dana pajak untukmu."

Amir Usman memiliki aliran dana pajak berupa emas darinya. Dan adanya intimidasi dari Amir Aḥsā` ini menjadikan Amir Usman semakin ketakutan dan merasa khawatir bila ia tidak menaatinya maka Amir Aḥsā` akan memutus aliran dana pajak atau mungkin ia akan memeranginya.

Akhirnya Amir Usman menyampaikan hal ini kepada Syekh seraya berkata, "Sesungguhnya Amir Aḥsā` telah menyampaikan kepadaku agar melakukan ini dan ini terhadapmu. Tentu kami tidak mungkin membunuhmu, dan di waktu yang sama kami juga sangat khawatir dengan ancamannya, bahkan kami pun tak akan mampu memeranginya. Jika engkau berkeinginan untuk meninggalkan 'Uyainah, maka laksanakanlah!"

Akhirnya Syekh menimpalinya seraya berkata, "Sesungguhnya misi yang aku dakwahkan adalah agama Allah serta bagaimana merealisasikan kalimat Lā ilāha illallāh dan syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Siapa yang berpegang teguh dengan ikatan din ini dan senantiasa siap untuk menolongnya dan membenarkan apa yang terkandung dalam syariat ini, pasti Allah Ta'ālā akan menolong dan menguatkannya serta akan memberikan kekuasaan kepadanya atas negeri musuh-musuh Allah. Jika engkau bersabar dan tetap istikamah serta menerima ajakan yang mulia ini; maka berbahagialah, sebab Allah Ta'ālā pasti akan menolong dan menjagamu dari orang badui ini dan para pengikutnya. Dan sungguh Allah Ta'ālā pasti akan memberikan kekuatan penuh kepadamu untuk bisa menguasai negerinya, pun demikian dengan para penduduknya."

Namun Amir Usman menimpalinya, "Wahai Syekh! Sungguh kami tak mampu memerangi Amir Aḥsā` ini. Kami pun tak akan sanggup untuk menentangnya." Akhirnya, Syekh lebih memilih untuk meninggalkan Amir Usman dan berpindah dari Kota 'Uyainah ke Kota Dir'iyyah.

Beliau mendatangi kota tersebut dengan berjalan kaki sebagaimana disebutkan para sejarawan dan sampai di sana di penghujung siang padahal Syekh keluar dari Kota 'Uyainah pada dini hari. Saat keberangkatannya, Amir Usman tak ikut serta mengantarnya. Kemudian Syekh menemui salah satu tokoh yang baik di pusat kota tersebut, yaitu Muhammad bin Suwailim Al-'Urainiy, dan singgah sebagai tamu di rumahnya.

Ada yang mengisahkan bahwa tokoh tersebut sangat khawatir dan takut dari Amir Dir'iyyah, Muhammad bin Su'ūd, karena Syekh singgah di rumahnya hingga seakan-akan bumi yang luas ini terasa sempit baginya. Namun Syekh sendiri mencoba untuk menenangkannya seraya berkata kepadanya, "Bergembiralah dengan kebaikan! Sebab yang aku dakwahkan ini adalah agama Allah. Dan sungguh Allah Ta'ālā pasti akan memenangkannya."

Kabar kedatangan Syekh Muhammad pun sampai pada Muhammad bin Su'ūd. Ada yang mengatakan bahwa istrinyalah yang memberi kabar tersebut kepadanya; istrinya ini mengetahui hal itu ketika seorang yang saleh mengunjunginya, lantas menyampaikan padanya, "Sampaikanlah kepada suami Anda, Muhammad bin Su'ūd, tentang kedatangan lelaki ini (Syekh Muhammad)! Teruslah beri motivasi kepada suami Anda agar menerima ajakan dakwahnya serta kobarkanlah semangatnya agar selalu mendukung dan membantunya."

Istri Muhammad bin Su'ūd ini termasuk wanita salehah yang baik, maka tatkala Muhammad bin Su'ūd, Amir Dir'iyyah, menemui dirinya, ia pun menyampaikan kepada suaminya pesan-pesan tersebut seraya berkata, "Berbahagialah dengan datangnya keuntungan yang besar ini (yaitu kedatangan Syekh Muhammad)! Ini sebuah keuntungan yang Allah Ta'ālā karuniakan padamu; ia adalah seorang lelaki yang senantiasa mendakwahkan agama Allah Ta'ālā dan mengajak untuk menaati Al-Qur`ān dan Sunnah Rasulullah . Alangkah agungnya keuntungan ini! Bersegeralah menerima dakwah beliau dan menjadi penolongnya! Janganlah sama sekali engkau meragukan hal ini!"

Akhirnya Amir Muhammad pun menerima pertimbangan istrinya. Namun, beliau masih bimbang; apakah dirinya yang harus pergi menemui Syekh ataukah beliau mengundang Syekh untuk datang menghadap padanya?! Beliau lalu meminta pandangan mengenai hal ini.

Ada yang mengisahkan bahwa istrinya dan beberapa penasihatnya yang saleh memberikan pandangan agar Amir Muhammad sendiri yang mendatangi Syekh, "Wahai Amir! Tidaklah etis jika engkau mengundang Syekh untuk datang menghadapmu. Namun, sebaiknya engkau sendirilah yang mendatangi tempat persinggahannya dan menemuinya langsung agar engkau bisa merasakan bagaimana memuliakan ilmu dan juru dakwah kepada kebaikan."

Akhirnya Amir Muhammad menyetujui pertimbangan ini, karena Allah Ta'ālā telah mencatatkan untuknya derajat kebahagiaan dan kebaikan; semoga Dia merahmati beliau dan memuliakan dirinya.

Maka Amir Muhammad berangkat menuju kediaman Muhammad bin Suwailim untuk menemui Syekh. Setelah mengucapkan salam kepadanya dan berbincang sebentar, lantas Amir menyampaikan kepada Syekh, "Wahai Syekh Muhammad! Bergembiralah engkau, sebab kami akan siap menjadi penolongmu, menjamin keselamatanmu, dan siap memberikan bantuan kepadamu."

Lantas Syekh menjawab, "Wahai Amir! Engkau juga patut bergembira dengan adanya kemenangan, kejayaan kekuasaan, dan berbagai kebaikan. Ini adalah agama Allah; siapa saja yang menolongnya, pasti Allah Ta'ālā akan menolongnya pula, dan siapa yang menyokongnya, pasti Allah Ta'ālā pun akan menyokongnya. Dan engkau akan mendapati dampak baiknya dengan segera."

Amir Muhammad berkata, "Wahai Syekh! Sungguh aku akan membaiatmu di atas agama Allah dan Rasul-Nya serta di atas jihad fi sabilillah. Namun, aku khawatir bila ternyata aku telah mendukungmu dan Allah Ta'ālā telah memberikan kemenangan padamu terhadap musuh-musuh Islam, engkau malah lebih berminat untuk tinggal di tempat lain dan meninggalkan kota ini."

Syekh Muhammad lantas menimpalinya, "Saya tidak akan berbuat demikian. Saya akan siap membaiatmu di atas ini semua. Saya akan membaiatmu bahwa nyawa dibalas dengan nyawa, dan kehancuran dibalas dengan kehancuran. Aku tidak akan meninggalkan negerimu ini selamanya."

Akhirnya Syekh membaiat Amir Muhammad untuk selalu menolongnya dan tinggal di negeri tersebut agar senantiasa bisa membantunya dan berjihad bersamanya di jalan Allah hingga Allah Ta'ālā menampakkan kemenangan atas agama ini. Dengan demikian sempurnalah pembaiatan ini.

Tak lama kemudian, banyak masyarakat yang berbondong-bondong mendatangi Dir'iyyah dari segala penjuru; baik dari wilayah 'Uyainah, 'Irqah, Manfūḥah, Riyadh dan dari daerah-daerah yang berdekatan dengan Dir'iyyah. Maka Kota Dir'iyyah menjadi sebagai tempat hijrah manusia dari segala penjuru untuk mendengarkan langsung kondisi beliau, menghadiri kajian-kajian beliau di Kota Dir'iyyah, begitu pula ajakan dakwahnya kepada Allah serta bimbingannya. Mereka mendatangi Syekh berbondong-bondong maupun sendirian. Beliau pun menetap di Kota Dir'iyyah dengan mendapatkan kemuliaan, cinta, dan pertolongan dari penduduknya. Beliau lebih leluasa untuk mengatur beberapa kajian di Kota Dir'iyyah, baik yang berkaitan dengan pembahasan akidah, Al-Qur`ān Al-Karīm, tafsir, fikih, hadis, mustalah hadis, ilmu tata bahasa Arab, sejarah dan berbagai ilmu-ilmu lain yang bermanfaat.

Masyarakat akhirnya berbondong-bondong mendatangi Syekh dari segala penjuru. Dari kalangan para pemuda dan selain mereka pun ikut belajar di hadapan Syekh di Kota Dir'iyyah. Bahkan, Syekh telah menyiapkan bagi mereka kajian-kajian yang cukup banyak, baik untuk masyarakat umum maupun untuk kalangan khusus penuntut ilmu. Beliau pun menyebarkan ilmu di Dir'iyyah dan meneruskan peran dakwahnya.

Kemudian beliau memulai jihad, dan menganjurkan kaum muslimin untuk ikut berjuang lewat surat-surat yang beliau kirim dan anjuran untuk menghilangkan praktik kesyirikan di negeri mereka. Beliau memulai dengan menyurati penduduk Nejed dengan mengirimkan surat ajakan dakwah kepada para umara dan ulama mereka. Beliau juga berkirim surat kepada para ulama di Kota Riyadh, beserta amirnya yang bernama Dahhām bin Dawwās. Tak lupa beliau juga mengirim surat kepada para ulama Kharj dan pada amirnya. Begitu pula para ulama di wilayah selatan Arab Saudi, Qaṣīm, Ḥā`il, Wasym, Sudair, dan daerah lainnya. Beliau terus berkirim surat kepada para ulama dan para umara termasuk para ulama dari wilayah Aḥsā` dan Haramain, bahkan juga pada para ulama yang tinggal di luar Semenanjung Arab; baik di negeri Mesir, Syam, Irak, India, Yaman dan negeri-negeri lainnya.

Beliau tetap komitmen untuk berkirim surat agar dapat menegakkan hujah serta mengingatkan manusia terkait perkara-perkara yang sering menghinggapi mereka; baik kesyirikan, maupun kebidahan. Ini bukan berarti agama ini tidak memiliki para penolong selain Syekh sendiri. Tentunya, agama ini banyak memiliki penolong, karena Allah Ta'ālā telah menjamin bahwa agama ini akan selalu memiliki penolong dengan adanya sekelompok manusia dari umat ini yang senantiasa komitmen di atas kebenaran dan mendapatkan pertolongan dari Allah; sebagaimana yang disabdakan Nabi .

Kita bisa jumpai para penolong kebenaran tersebar di berbagai negeri, namun pembahasan kita ini lebih berkutat pada kondisi wilayah Nejed; sebab di Nejed ketika itu masih tersebar berbagai macam kejahatan, kerusakan, kesyirikan, dan berbagai khurafat yang tidak terhitung jumlahnya kecuali oleh Allah 'Azza wa Jalla, padahal di sana ada para ulama yang memiliki berbagai kebaikan, namun kebanyakan mereka tidak mampu untuk mendakwahi kaumnya secara maksimal dan tidak mampu menegakkan agama ini sebagaimana mestinya.

Di beberapa negeri yang lain, baik di Yaman maupun di luar Yaman, banyak dijumpai para dai yang selalu mengajak kepada kebenaran dan para penolong agama ini; yang sebenarnya mereka memahami betul bahaya kesyirikan dan khurafat. Namun Allah Ta'ālā belum menakdirkan keberhasilan dakwah mereka sebagaimana kesuksesan yang dicapai oleh Syekh Muhammad dalam dakwahnya.

Hal ini dikarenakan beberapa sebab yang cukup banyak, di antaranya: ketiadaan para penolong yang selalu mendukung dakwah mereka, tidak sabarnya kebanyakan para dai ketika mendapati banyak rintangan dalam berdakwah di jalan Allah, dan masih minimnya ilmu yang dimiliki sebagian para juru dakwah yang dengannya mereka bisa berdakwah dengan metode yang baik, narasi yang cocok, ajakan yang hikmah (bijak) serta dengan nasihat yang baik. Dan masih banyak sebab-sebab lainnya.

Dikarenakan aktifnya Syekh dalam surat-menyurat dan terjun langsung dalam medan jihad, nama beliau semakin dikenal dan dakwahnya semakin tersebar. Bahkan surat-surat beliau mampu menyatukan para ulama; baik di Jazirah Arab sendiri maupun di luar Jazirah Arab. Umat Islam banyak yang terinspirasi oleh dakwah beliau, baik di India, Indonesia, Afganistan, Afrika, dan Maroko. Pun demikian dengan Mesir, Syam dan Irak.

Sebenarnya para juru dakwah di negeri-negeri tersebut amatlah banyak, bahkan mereka memiliki pemahaman yang benar tentang kebenaran serta rajin dalam berdakwah; namun tatkala dakwah Syekh sampai ke telinga mereka, usaha dakwah mereka semakin meningkat dan kekuatan mereka semakin bertambah. Akhirnya mereka pun menjadi terkenal dengan ajakan dakwah seperti ini.

Dakwah Syekh pun terus menyebar di berbagai penjuru dunia, baik di dunia Islam ataupun selainnya. Di masa sekarang ini, kitab-kitab dan beberapa surat dakwah beliau sudah banyak dicetak, juga buku-buku anak keturunan beliau dan para pendukung beliau dari kalangan ulama kaum muslimin di Jazirah Arab maupun di luar Jazirah Arab pun banyak yang dicetak. Demikian juga dengan beberapa kitab yang dikarang oleh beliau yang mengisahkan usaha dakwah, perjalanan hidup, biografi hingga peran para pendukung beliau juga sudah banyak dicetak. Karena hal inilah, Syekh semakin dikenal oleh banyak orang di hampir seluruh penjuru dunia.

Namun tentunya, di balik setiap nikmat pasti terdapat orang-orang yang iri dan setiap dai pasti memiliki banyak musuh; sebagaimana firman Allah Ta'ālā: "Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh, yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan." (QS. Al- An'ām: 112).

Tatkala Syekh sudah banyak dikenal dengan dakwahnya, dan telah menulis banyak kitab serta beberapa karangan yang berharga dan menyebarkannya kepada masyarakat, serta adanya respon positif dari para ulama dalam surat-surat mereka; maka mulailah tampak sekelompok orang yang mendengki dan menentangnya, termasuk musuh-musuh dakwahnya yang lain.

Para musuh dan penentang Syekh itu terbagi menjadi dua:

§  Pertama, permusuhan terhadapnya dengan mengatasnamakan ilmu dan agama.

§  Kedua, permusuhan terhadapnya dengan mengatasnamakan politik yang berselubungkan agama.

Yang terakhir ini, mereka sengaja memperalat golongan ulama tertentu, demi mendukung mereka untuk memusuhi dakwah Syekh. Mereka menuduh Syekh sebagai orang yang sesat dan berbagai tuduhan lainnya. Akan tetapi, Syekh tetap tidak bergeming dan masih meneruskan ajakan dakwahnya demi untuk menepis syubhat, menjelaskan dalil serta membimbing masyarakat kepada pemahaman yang benar berdasarkan Al-Qur`ān dan Sunnah Rasulullah .

Terkadang masih saja ada yang menfitnah Syekh dengan tuduhan Khawarij, dan terkadang beliau juga dituduh bahwa ia telah menyelisihi ijmak dan mengklaim dirinya sebagai seorang mujtahid mutlak. Selain itu, beliau juga di dianggap tidak pernah menghargai jasa para ulama dan ahli fikih sebelum beliau, bahkan mereka tak malu untuk melemparkan banyak tuduhan-tuduhan lain yang tidak berdasar. Padahal semua tuduhan itu menunjukkan dangkalnya ilmu para penuduh sendiri.

Ada juga para penuduh yang lebih banyak mengekor dan mengikuti penuduh lainnya. Dan ada juga yang ikut-ikutan menuduh karena takut kehilangan jabatannya. Akhirnya mereka memusuhi Syekh karena unsur politis, namun dibalut atas nama Islam atau agama. Mereka hanya mengandalkan bualan-bualan para pemfitnah yang amat menyesatkan.

Para penentang dakwah Syekh pada hakikatnya terbagi menjadi tiga golongan:

§  Pertama: ulama ahli khurafat yang menganggap bahwa kebenaran itu adalah kebatilan dan sebaliknya kebatilan itu adalah sebuah kebenaran. Mereka juga meyakini bahwa membangun kubah di atas kuburan, menjadikannya sebagai tempat salat, meminta-minta kepada penghuni kuburan, dan beristigasah kepada mereka serta keyakinan-keyakinan batil lainnya; itu termasuk bagian dari agama dan petunjuk dari Nabi. Mereka pun percaya bahwa siapa saja yang mengingkari keyakinan seperti ini, maka dianggap sebagai pembenci orang-orang saleh dan para wali, serta dianggap sebagai musuh yang wajib diperangi.

§  Kelompok kedua: orang-orang berilmu namun tidak banyak tahu tentang hakikat Syekh Muhammad, dan tidak memahami inti ajaran yang beliau dakwahkan. Mereka hanya mengekor pada kelompok lain dan sering kali membenarkan berita-berita bohong tentang Syekh dari para ahli khurafat yang sangat menyesatkan. Lalu dengan itu, mereka menganggap Syekh dan para pengikutnya termasuk orang yang anti wali, anti para nabi, memusuhi orang-orang saleh dan mengingkari karamah-karamah mereka. Akibatnya, mereka ikut mencela Syekh, menghina dakwahnya, dan memprovokasi orang-orang untuk menjauhinya.

§  Kelompok ketiga: golongan yang takut kehilangan pangkat dan jabatan. Akibatnya, mereka ikut memusuhi dakwah Syekh dengan tujuan agar para dai Islam lain tidak terpengaruh dengan dakwah Syekh yang akan berakibat mereka kehilangan kefiguran dan jabatan, dan menguasai negeri mereka.

Akibatnya, perang kata-kata, debat hingga adu argumentasi antara Syekh dan para penentangnya pun terus berlanjut. Terkadang Syekh mengirimkan surat kepada mereka dan mereka pun membalas surat tersebut. Dan kadang pula Syekh mendebat mereka, membantah syubhat-syubhat serta menolak berbagai tuduhan mereka.

Konflik ini juga terjadi secara turun-temurun antara anak keturunan Syekh dan para pengikut beliau dengan para penentang dakwah hingga terkumpul dari konflik panjang ini surat-surat yang menumpuk serta bantahan-bantahan yang amat banyak. Surat-surat Syekh ini serta beberapa fatwa dan bantahan-bantahannya telah dihimpun dalam kitab yang berjilid-jilid, dan sebagian besarnya telah selesai dicetak, Alhamdulillah.

Meski demikian, Syekh masih berkomitmen untuk selalu berdakwah dan ikut serta berjihad dengan dukungan penuh Amir Dir'iyyah, Muhammad bin Su'ūd yang berupaya sekuat tenaga mengangkat bendera jihad.

Jihad pertama yang dimulai Syekh terjadi pada tahun 1158 H. Dan itu dilakukan dengan pedang (perang) dan dengan lisan, hujah beserta dalilnya. Kemudian dakwah Syekh terus berlanjut bersamaan jihad dengan pedang (perang). Itu semua dilakukan karena sudah menjadi hal lumrah, bahwa bila seorang dai yang mengajak kepada Allah 'Azza wa Jalla tidak memiliki kemampuan untuk membela dan menyokong kebenaran, maka hal itu bisa menyebabkan dakwah semakin terpuruk, gaungnya menjadi lenyap, dan para pengikutnya semakin berkurang.

Juga sebagaimana diketahui; bahwa kekuatan senjata memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan tersebarnya dakwah, dalam melemahkan tekanan para penentang, memenangkan kebenaran, dan memadamkan api kebatilan. Sungguh Allah Mahabenar lagi Mahaagung dalam setiap firman-Nya: "Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa." (QS. Al-Ḥadīd: 25).

Dalam ayat ini, Allah Subḥānahu wa Ta'ālā menjelaskan bahwa para rasul diutus dengan membawa bukti-bukti nyata, berupa hujah dan argumentasi yang kuat; yang dengannya Allah akan menampakkan kebenaran serta mengalahkan kebatilan. Dan Allah menurunkan kepada para rasul kitab suci yang berisi penjelasan, petunjuk, serta bimbingan. Sebagaimana Allah juga telah menurunkan kepada mereka mizan (neraca keadilan), yang dapat mengembalikan hak orang-orang yang terzalimi akibat ulah orang yang berbuat zalim. Dan dengan mizan itu, kebenaran akan ditegakkan dan petunjuk akan tersebar luas, serta dengan mizan itu pula interaksi dengan sesama manusia secara hak dan adil bisa dilakukan. Allah Ta'ālā juga telah menurunkan besi yang memiliki kekuatan yang hebat, serta sebagai alat pencegahan dan pengendalian bagi siapa saja yang menyelisihi kebenaran. Kekuatan besi ini dapat difungsikan manakala hujah sudah tidak mampu lagi memberi manfaat dan argumen sudah tidak bisa lagi memberikan pengaruh; sehingga keberadaan besi ini seakan menjadi satu-satunya pengendali (solusi yang mujarab).

Alangkah indahnya perkataan seorang pujangga yang mengilustrasikan kondisi seperti ini:

Tidaklah hujah ini melainkan sebuah wahyu atau pedang tajam

Mata pedangnya bisa menebas urat halus di samping leher

Maka pedang adalah obat bagi penyakit orang jahil

Sedangkan wahyu adalah obat bagi penyakit orang yang taat

Orang berakal yang masih memiliki fitrah yang suci; pasti akan mengambil faedah dari bukti-bukti yang nyata dan niscaya akan menerima kebenaran berdasarkan dalil yang benar. Adapun orang zalim yang selalu mengekor pada hawa nafsunya, maka tidak ada cara untuk membuatnya jera kecuali dengan pedang. Sebab itu, Syekh raḥimahullāh bersungguh-sungguh dalam menggeluti dakwah dan jihad, dan para pendukungnya dari kalangan keluarga atau Ālu Su'ūd selalu siap untuk membantunya, mudah-mudahan Allah Ta'ālā memperindah kuburan mereka atas jasa mereka tersebut. Mereka semua berkomitmen untuk terus berjihad dan berdakwah dari tahun 1158 H hingga wafatnya Syekh Muhammad di tahun 1206 H.

Jadi, jihad dan dakwah yang dilakukan oleh Syekh ini berlangsung sekitar 50 tahun; baik dalam bentuk peperangan, ajakan dakwah, perjuangan, berdebat guna menyampaikan kebenaran, menjelaskan pesan-pesan Allah dan Rasul-Nya, ajakan dakwah kepada agama Allah, dan mengarahkan manusia untuk menerapkan ajaran yang disyariatkan oleh Rasulullah ; sehingga manusia benar-benar berkomitmen untuk menjalankan ketaatan, menjalankan agama Allah, menghancurkan kubah yang mereka bangun di atas kuburan, merobohkan masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan, menegakkan syariat Islam sembari meninggalkan hukum syariat nenek moyang serta undang-undang buatan mereka, kembali kepada kebenaran, memakmurkan masjid-masjid dengan salat, mengadakan kajian ilmu, menunaikan zakat, menunaikan puasa Ramadan sebagaimana yang disyariatkan Allah 'Azza wa Jalla, menegakkan amar maruf nahi munkar, terciptanya stabilitas keamanan di berbagai daerah, perkampungan, jalan-jalan umum dan pedalaman, dan orang-orang badui tak lagi berbuat kezaliman karena mulai menjalankan ajaran Islam dan menerima kebenaran.

Syekh terus berusaha menyebarkan dakwah di kalangan mereka serta mengirim para pembimbing dan para juru dakwah di daerah gurun dan pedalaman. Beliau juga mengirim para guru, dai, dan para hakim di berbagai negeri dan perkampungan. Dengan demikian, kebaikan yang besar dan petunjuk yang terang benderang ini menanungi seluruh wilayah Nejed, di dalamnya kebenaran tersebar dengan mudah serta agama Allah 'Azza wa Jalla dapat ditegakkan.

Setelah wafatnya Syekh raḥimahullāh, estafet dakwah dan jihad dilanjutkan oleh anak dan cucu beliau, serta para murid dan pengikutnya. Di antara anak beliau yang berkomitmen melanjutkan dakwahnya adalah Syekh Imam Abdullah bin Muhammad, Syekh Husain bin Muhammad, Syekh Ali bin Muhammad dan Syekh Ibrahim bin Muhammad.

Adapun dari cucu beliau terdapat Syekh Abdurrahman bin Hasan, Syekh Ali bin Husain, Syekh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad dan beberapa cucu-cucu beliau yang lain.

Adapun di antara murid-murid beliau yang ikut meneruskan dakwah Syekh adalah Syekh Hamd bin Nāṣir bin Ma'mar dan beberapa murid-murid beliau yang lain dari kalangan ulama Dir'iyyah. Mereka senantiasa berkomitmen meneruskan dakwah dan jihad Syekh, menyebarkan agama Allah, aktif dalam menulis surat-surat dakwah, dan mengarang berbagai buku serta melawan musuh-musuh agama Islam.

Sebenarnya tidak ada titik tengkar antara para dai tersebut dan para penentang mereka; hanya saja mereka berusaha mendakwahkan penauhidan Allah, pemurnian ibadah hanya kepada-Nya dengan senantiasa istikamah di atasnya, dan penghancuran masjid dan kubah yang dibangun di atas kuburan, serta mereka berusaha menyerukan penegakan syariat Islam dan berkomitmen dengan hal itu, dan berusaha menyerukan amar maruf nahi mungkar dan menegakkan hudud Islami. Ini yang akhirnya menjadi sebab utama terjadinya konflik antara para dai tersebut dengan selain mereka.

Kesimpulannya: Para dai tersebut mendakwahkan tauhid kepada Allah serta menyeru umat Islam untuk komitmen dengan itu, mereka memperingatkan mereka agar tidak terjerumus ke dalam praktik syirik kepada Allah dan dari berbagai wasilah serta media yang mengarah kepada kesyirikan.

Bahkan mereka pun berusaha untuk menerapkan syariat Islam pada masyarakat. Maka siapa pun yang enggan (meninggalkan kesyirikan) dan masih terus berbuat kesyirikan setelah dakwah, penjelasan, keterangan, dan hujah sampai kepadanya; pasti mereka berjihad menghadapinya demi tegaknya agama Allah 'Azza wa Jalla, dan mendakwahinya langsung di negerinya agar ia tunduk kepada kebenaran dan kembali kepadanya, atau mungkin, para dai tersebut akan memeranginya dengan kekuatan dan pedang hingga ia dan penduduk negerinya tunduk kepada syariat Islam.

Di antara tugas mereka yang lain adalah terus mengingatkan manusia agar tidak terjerumus ke dalam praktik bidah dan khurafat yang sama sekali tidak disyariatkan Allah Ta'ālā, semisal mendirikan bangunan di atas kuburan, membangun kubah di atasnya, berhukum kepada para tagut, mengagungkan tukang sihir dan dukun serta membenarkan berita dari mereka, dan berbagai macam khurafat lainnya. Akhirnya, Allah Ta'ālā melenyapkan hal itu semua lewat usaha Syekh dan para pengikutnya raḥimahumullāh.

Sehingga, masjid-masjid pun dipenuhi dengan kajian-kajian Al-Qur`ān yang agung, Sunnah yang suci, tarikh Islam serta ilmu tata bahasa Arab yang bermanfaat. Bahkan, masyarakat sangat antusias untuk belajar agama bersama, menimba ilmu, semakin teguh di atas petunjuk, aktif dalam berdakwah serta membimbing masyarakat.

Sedangkan sebagian yang lain tidak lupa untuk menyambung hidupnya dengan urusan-urusan dunia; baik dengan bertani, ataupun kerajinan dan profesi yang lain. Mereka telah menggabungkan antara urusan agama, menuntut ilmu dan mengamalkannya, berdakwah serta membimbing masyarakat, dengan urusan dunia. Mereka selalu bersemangat untuk belajar dan bertukar pikiran; namun mereka juga tetap bekerja di kebun atau membuat kerajinan atau sibuk dalam urusan dagang atau profesi lainnya. Sesekali mereka disibukkan dengan urusan agama dan mereka juga tidak lupa dengan urusan dunia mereka. Mereka tetap berkomitmen untuk berdakwah kepada Allah serta istikamah di atas kebenaran. Namun, mereka pun tidak meninggalkan kesibukan di bidang kerajinan yang mereka geluti di negerinya; agar dapat menghasilkan keuntungan yang bisa mencukupi kehidupan mereka dan tidak perlu untuk mengimpor dari luar daerah mereka.

Setelah para dai dan penguasa Ālu Su'ūd berdakwah di Nejed; selanjutnya mereka berusaha untuk mengepakkan sayap dakwah hingga ke wilayah Haramain dan selatan Jazirah Arab, serta terus berkirim surat kepada para ulama Haramain.

Ketika penduduk Haramain belum menyambut dakwah Syekh dengan baik dan tetap bersikukuh untuk melestarikan warisan nenek moyang mereka dengan mengagungkan bangunan kubah dan mendirikannya di atas kuburan, membiarkan kesyirikan di sekitar kuburan serta meminta-minta kepada penghuninya; maka bergeraklah Imam Su'ūd bin Abdul Aziz bin Muhammad menuju Hijaz setelah wafatnya Syekh Muhammad selang 11 tahun.

Beliau sempat singgah di Kota Ṭā`if kemudian melanjutkan perjalanannya ke Kota Mekah. Sebelumnya, Amir Usman bin Abdurrahman Al-Maḍāifiy telah lebih dahulu berdakwah kepada penduduk Ṭā`if sebelum kedatangan Imam Su'ūd. Bahkan Amir Usman ketika itu sampai menggunakan kekuatan militer dari kalangan penduduk Nejed dan sekitarnya yang dikirim oleh Amir Dir'iyyah, Imam Su'ūd bin Abdul Aziz bin Muhammad. Pasukan militer tersebut terus mendukungnya hingga mampu menguasai Kota Ṭā`if dan mengusir para amir pemerintahan Asy-Syarīf, penguasa Hijaz.

Selanjutnya, mereka mulai menyampaikan ajakan dakwah kepada Allah, membimbing mereka kepada kebenaran serta melarang mereka dari berbuat kesyirikan dan mengultuskan kuburan Ibnu 'Abbās dan selainnya; sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang jahil dan tidak berilmu dari penduduk Ṭā`if. Kemudian Amir Su'ūd beranjak menuju wilayah Hijaz atas instruksi dari ayahandanya, Abdul Aziz. Maka berkumpullah banyak tentara yang mengepung kota Mekah ketika itu.

Tatkala para penguasa Mekah menyadari ketidakmampuan mereka kecuali harus menyerah atau lari menyelamatkan diri; mereka langsung memilih untuk keluar menuju Kota Jeddah. Akhirnya, Amir Su'ūd dan bala tentaranya bisa memasuki kota suci itu tanpa ada perlawanan dan mampu menguasai Mekah di waktu fajar, hari Sabtu, tanggal 8 Muharam, tahun 1218 H.

Selanjutnya mereka berdakwah menyampaikan agama Allah dan menghancurkan beberapa kubah yang dibangun di atas kuburan Khadijah dan beberapa sahabat yang lain. Kubah-kubah itu akhirnya mampu dirobohkan seluruhnya. Mereka pun menampakkan dakwah tauhid kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan memilih beberapa ulama untuk menjadi pengajar, pembimbing, dan hakim syariat di Kota Mekah.

Dan selang beberapa lama; Kota Madinah juga mampu ditaklukkan. Penguasa Ālu Su'ūd menguasai Kota Madinah secara penuh di tahun 1220 H, sekitar 2 tahun setelah penaklukkan Mekah. Kedua kota suci tersebut terus berada di bawah kekuasaan Ālu Su'ūd; mereka menunjuk beberapa dai dan pembimbing Islam untuk berdakwah di sana, mereka juga mampu mewujudkan keadilan, menegakkan syariat Islam di berbagai penjuru negeri, dan dapat membantu para penduduknya terutama kalangan fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Para penguasa pun tak segan mengulurkan bantuan harta benda untuk mereka, mengajarkan penduduknya Kitab Allah, dan membimbing mereka kepada kebaikan. Mereka juga memuliakan para ulama dan terus memotivasi mereka untuk komitmen dalam mengajar dan membimbing umat.

Kedua kota suci ini masih terus bertahan di bawah kekuasaan Ālu Su'ūd hingga tahun 1226 H. Pada tahun itu, tentara Mesir dan Turki memulai ekspansi ke negeri Hijaz untuk melawan Ālu Su'ūd dan mengusir mereka dari Haramain. Hal itu disebabkan banyak faktor yang sebagiannya telah dibahas sebelumnya. Intinya, sebab perlawanan mereka terhadap kekuasaan Ālu Su'ūd adalah dikarenakan munculnya para pembenci, para pendengki, dan kalangan ahli khurafat yang tidak memiliki ilmu, bahkan juga sebagian ahli politik di kalangan mereka yang berhasrat untuk memadamkan api dakwah ini karena takut kehilangan jabatan dan kepentingan duniawi mereka.

Mereka semua memfitnah dakwah yang dibawa oleh Syekh Muhammad dan para pengikut dan pembelanya dengan menyebarkan klaim, "Bahwa mereka (Syekh dan pengikutnya) adalah orang-orang yang benci kepada Rasulullah dan para wali, serta mengingkari karamah-karamah mereka."

Inti klaim ini dan juga klaim-klaim lainnya ialah memfitnah mereka bahwa mereka mencela Rasulullah . Fitnah ini kemudian dipercayai oleh sebagian orang jahil dan yang memiliki kepentingan duniawi, dan menjadikan celah ini sebagai kesempatan untuk memerangi mereka dan memprovokasi pasukan Turki dan Mesir agar turut memerangi mereka.

Akhirnya, berbagai fitnah dan peperangan tidak terelakkan lagi hingga terjadilah perang antara tentara Mesir dan Turki serta para penyokongnya, dengan pasukan Ālu Su'ūd di wilayah Nejed dan Hijaz. Tercatat peperangan ini berlangsung cukup lama, yaitu dari tahun 1226 H hingga tahun 1233 H. Rentang waktu 7 tahun tersebut peperangan dan pertempuran antara kebenaran dan kebatilan terus berlangsung tanpa henti.

Kesimpulannya: Inilah peran Syekh Muhammad bin Abdul Wahab raḥimahullāh, beliau hanya mendakwahkan agama Allah dan membimbing manusia untuk mengesakan-Nya, serta mengingkari berbagai keyakinan manusia dari perkara-perkara bidah dan khurafat. Beliau juga berusaha agar manusia komitmen terhadap kebenaran, menjauhkan mereka dari segala bentuk kebatilan, dan menegakkan amar makruf nahi munkar.

Inilah kesimpulan dakwah beliau raḥimahullāh, yaitu akidah beliau berdasarkan manhaj dan pemahaman Salaf Saleh. Beliau beriman kepada Allah beserta nama-nama dan sifat-sifat-Nya, beriman kepada para malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab suci-Nya, hari Kiamat, serta kepada kadar (ketentuan Allah) yang baik dan yang buruk; semua itu berdasarkan pemahaman para ulama Islam dalam mengesakan Allah, dan memurnikan ibadah hanya untuk-Nya.

Adapun dalam perkara iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan yang layak bagi-Nya, maka beliau tidak mengingkari sifat Allah dan tidak pula menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Demikian pula dalam mengimani hari kebangkitan, hari dikumpulkannya manusia di padang Mahsyar, hari pembalasan, hisab, mengimani surga dan neraka serta keyakinan-keyakinan lainnya.

Beliau senantiasa meyakini bahwasanya iman itu -sebagaimana yang diyakini Salaf Saleh- adalah berupa ucapan dan perbuatan, serta bisa bertambah dan berkurang, ia bertambah dengan adanya ketaatan dan berkurang dengan adanya kemaksiatan. Semua ini menunjukkan akidah Syekh raḥimahullāh yang sebenarnya. Beliau senantiasa berjalan di atas manhaj dan akidah para salaf, baik dalam wujud ucapan ataupun perbuatan. Beliau sama sekali tidak keluar dari metode atau manhaj mereka, dan tidak pula memiliki manhaj khusus atau aliran khusus yang beliau cetuskan sendiri. Akan tetapi, beliau selalu sejalan dengan manhaj para salaf dari kalangan para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Semoga Allah Subḥānahu wa Ta'ālā meridai mereka semua.

Dakwah tersebut ditampakkan oleh Syekh di Nejed dan daerah-daerah sekitarnya, serta berjihad melawan orang-orang yang memerangi atau memusuhinya sehingga agama Allah bisa tegak dan kebenaran dapat dimenangkan.

Apa yang dilakukan oleh Syekh ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh para dai agama Allah, yaitu mendakwahkan agama, mengingkari kebatilan, dan menegakkan amar makruf nahi munkar.

Hanya saja, ketika beliau dan para pengikutnya mengajak manusia kepada kebenaran, mereka mengharuskan orang untuk menerima kebenaran tersebut, melarang mereka dari kebatilan, dan terus berusaha mengingkari kebatilan yang ada pada mereka sampai mereka meninggalkannya selama-lamanya. Beliau juga bersungguh-sungguh dalam mengingkari kebidahan dan khurafat hingga akhirnya Allah Subḥānahu wa Ta'ālā mampu melenyapkannya melalui usaha dakwah beliau ini. Ketiga sebab tersebut sebenarnya menjadi sebab utama terjadinya permusuhan dan konflik antara Syekh dengan para penentangnya, yaitu:

§  Sebab pertama: Mengingkari kesyirikan dan mendakwahkan tauhid yang murni kepada Allah.

§  Kedua: Mengingkari bidah dan khurafat; semisal pembangunan kubah di atas kuburan dan menjadikannya sebagai tempat salat, serta bidah-bidah lainnya seperti perayaan-perayaan maulid dan beberapa tarekat yang dibuat-buat oleh kelompok sufi.

§  Ketiga: Beliau termasuk orang yang tegas mengajak masyarakatnya kepada kebaikan dan mengharuskan mereka untuk menerima kebenaran; sehingga siapa pun yang menolak kebenaran yang Allah Subḥānahu wa Ta'ālā wajibkan untuknya, pasti Syekh akan mewajibkan untuknya dan tak segan untuk menjatuhkan hukuman takzir bila mengabaikannya.

Syekh juga termasuk orang yang tegas dalam melarang manusia dari kemungkaran, mencegah mereka agar tidak terjerumus ke dalamnya, bahkan beliau tak segan untuk menegakkan hukuman bagi para pelanggar, mengharuskan manusia untuk menerima kebenaran tersebut, dan mencegah mereka dari kebatilan.

Dengan usaha inilah, kebenaran itu semakin tampak dan tersebar luas, sedangkan kebatilan semakin terpuruk dan lenyap. Akhirnya, masyarakat bisa merasakan kehidupan yang sejahtera, serta mampu menerapkan manhaj yang benar; baik di pasar, masjid maupun dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Masyarakat juga sudah tidak menjumpai lagi perbuatan bidah, dan di negeri mereka sudah tidak ditemui lagi perbuatan syirik. Kemungkaran pun benar-benar tidak tampak lagi di antara mereka. Bahkan, siapa saja yang menyaksikan sendiri negeri mereka dan kehidupan sehari-harinya; pasti semua itu akan mengingatkan mereka pada kehidupan para salaf dan kesejahteraan hidup mereka, baik di masa Nabi , masa para sahabat, maupun di masa para pengikut mereka pada era kurun yang utama.

Masyarakat akhirnya mampu mempraktikkan kehidupan sehari-harinya seperti para salaf, mengikuti manhaj mereka, bersabar ketika menghadapi rintangan serta istikamah di atas kebenaran, dan tetap berjihad di atas agama Allah.

Namun, tatkala terjadi perubahan kondisi di era setelah mereka, terutama setelah puluhan tahun dari wafatnya Syekh Muhammad, juga wafatnya para putra serta para pengikut setia beliau raḥimahumullāh; akhirnya ujian dan musibah besar pun menimpa wilayah Nejed, dengan adanya ekspansi Turki dan Mesir ke sana. Hal ini sejalan dengan firman Allah 'Azza wa Jalla: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11). Kami memohon kepada Allah 'Azza wa Jalla agar menjadikan musibah dan ujian yang menimpa para pembela dakwah tersebut sebagai penghapus dan pembersih dosa-dosa mereka, dan memberikan siapa pun yang terbunuh di antara mereka kemuliaan derajat dan kesyahidan.

Namun Alhamdulillah, dakwah mereka masih terus tegak dan tersebar hingga saat ini; karena setelah beberapa tahun, yakni sekitar 5 tahun dari ekspansi tentara Mesir yang berhasil menguasai Nejed dan mereka melakukan pembantaian dan pengrusakan, dakwah tauhid kembali bangkit dan kembali tersebar luas di Nejed di bawah kepemimpinan Imam Turkiy bin Abdullah bin Muhammad bin Su'ūd raḥimahullāh. Beliau sangat giat menyebarkan dakwah tauhid di Nejed dan daerah-daerah sekitarnya, bahkan para ulama juga mulai tersebar di wilayah tersebut. Akhirnya, Imam Turkiy berhasil mengusir pasukan Turki dan Mesir dari berbagai distrik dan kota di wilayah Nejed. Dan dakwah tauhid akhirnya mampu tersebar kembali di tahun 1240 H.

Sebelumnya, penghancuran Kota Dir'iyyah dan pelenyapan kekuasaan Ālu Su'ūd itu terjadi pada tahun 1233 H. Setelah itu, penduduk Nejed berada dalam kekacauan, peperangan, dan berbagai fitnah yang berlangsung selama 5 tahun, dari tahun 1234 H hingga tahun 1239 H. Barulah di tahun 1240 H, kekuatan kaum muslimin di Nejed bersatu kembali di bawah kepemimpinan Turkiy bin Abdullah bin Muhammad bin Su'ūd raḥimahullāh. Maka kebenaran pun akhirnya menang, dan para ulama sudah mulai kembali menulis surat-surat dakwah ke berbagai daerah dan negeri, serta memotivasi masyarakat dan mengajak mereka untuk kembali kepada agama Allah.

Pada akhirnya berbagai fitnah yang terjadi di kalangan mereka dengan sendirinya lenyap setelah terjadi peperangan yang berkepanjangan dengan pasukan Mesir dan para pendukungnya. Peperangan dan berbagai fitnah tersebut akhirnya lenyap setelah pertempuran berkepanjangan, dan api permusuhan pun mulai padam. Sebaliknya, agama Allah semakin tampak jelas dan masyarakat sudah mulai disibukkan dengan menuntut ilmu, membimbing umat, berdakwah, dan memberikan pengarahan hingga kondisi kembali seperti sedia kala. Dan manusia pun mulai beraktifitas seperti biasa; persis seperti yang terjadi di masa Syekh Muhammad, para murid beliau, dan masa para putra dan para pengikut mereka. Semoga Allah Ta'ālā meridai dan merahmati mereka semua.

Dakwah ini pun terus berlangsung dari tahun 1240 H hingga saat ini dengan kemudahan dari Allah Ta'ālā. Adapun Ālu Su'ūd, masih terus memegang tampuk kekuasaan dari tahun ke tahun. Pun demikian dengan Ālu Syekh dan para ulama Nejed. Ālu Su'ūd saling mewarisi kekuasaan, peran jihad dan dakwah ke generasi mereka selanjutnya.

Demikian pula para ulama Nejed; mereka senantiasa mewariskan ke generasi selanjutnya dalam urusan dakwah kepada Allah, bimbingan terhadap umat, dan seruan kepada kebenaran.

Hanya saja negeri Haramain ketika itu masih tetap terpisah dari wilayah negara Saudi dalam tempo waktu yang cukup lama. Kemudian, kedua kota suci itu kembali ke dalam pangkuan negara Saudi di tahun 1343 H. Saat itu, yang menguasai negeri Haramain adalah Imam Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Faiṣal bin Turkiy bin Abdullah bin Muhammad bin Su'ūd raḥimahullāh, dan Alhamdulillah, kedua kota suci tersebut masih terus berada di bawah kekuasaan negara Saudi hingga saat ini.

Segala puji bagi Allah, dan kami memohon kepada Allah 'Azza wa Jalla agar terus memperbaiki keturunan Ālu Su'ūd, Ālu Asy-Syaikh serta para ulama kaum muslimin seluruhnya; baik di negara ini (Saudi) maupun di negara yang lain. Dan semoga Allah 'Azza wa Jalla senantiasa memberi taufik kepada mereka semua terhadap perkara-perkara yang Allah ridai, memperbaiki para ulama kaum muslimin di mana pun mereka berada, memenangkan kebenaran bagi seluruh umat Islam, serta menghindarkan kebatilan dari mereka.

Dan semoga Allah 'Azza wa Jalla senantiasa mengaruniai taufik kepada para dai untuk menegakkan kebenaran yang menjadi kewajiban mereka, memberikan kepada kita dan mereka petunjuk kepada jalan yang lurus, memakmurkan dua kota suci yang mulia dan wilayah di sekitarnya, begitu pula seluruh negeri Islam dengan cahaya petunjuk, agama kebenaran, serta dengan memuliakan Kitab Allah dan Sunnah Nabi .

Semoga Allah 'Azza wa Jalla juga mengaruniai kepada seluruh kaum muslimin pemahaman yang benar terhadap Al-Qur`ān dan Sunnah, sikap berpegang teguh terhadap keduanya, kesabaran dalam mendakwahkannya, keteguhan dalam mengamalkannya, dan senantiasa berhukum dengan keduanya hingga mereka bertemu dengan Rabb mereka. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan Mahamampu untuk mengabulkan segala permohonan manusia.

Inilah akhir dari penjelasan singkat tentang Syekh dan biografi beliau yang berkaitan dengan jejak perjalanan hidup beliau, ajakan dakwah serta kondisi para pembela dan musuh-musuhnya. Hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla kami memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya kami menyerahkan segala urusan. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Semoga Allah 'Azza wa Jalla mencurahkan selawat dan salam serta memberkahi hamba dan utusan-Nya, Nabi dan Imam kita, Muhammad bin Abdullah, begitu juga kepada para keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jalannya dan menapaki petunjuknya. Dan, segala pujian hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam.