Salaf Shalih Dan Berbuat Baik Kepada Teman

Keterangan

Makalah ini membahas tentang salah satu akhlak salafus shalih, yaitu berbuat baik kepada teman teman dan handai taulan. Diceritakan dalam makalah ini bagaimana Abdullah bin Mubarak memberikan nafkah untuk para sahabatnya dari Marwu dalam melaksanakan ibadah haji, Lebih dari itu, Amirul Mukminin Umar radhiyallahu ‘anhu membantu orang orang di sekitarnya di saat safar, termasuk para bekas budaknya. Padahal semestinya merekalah yang melayani sang Amirul Mukminin dan seorang sahabat utama. Demikian pula cerita Abu Muhammad al-Maruzi dan Amir bin Abdullah at-Tamimy.

Download
Kirim komentar untuk Webmaster

Deskripsi terperinci

    Salafus Shalih:

    Berbuat Baik Kepada Teman

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Abdul Aziz bin Nashir al-Julayyil

    Bahauddin bin Fatih Aqil

    Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali

    Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad

    2014 - 1435

    السلف والبر بالأصدقاء وحسن الصحبة

    « باللغة الإندونيسية »

    الشيخ عبدالعزيز بن ناصر الجليل

    الشيخ بهاء الدين بن فاتح عقيل

    ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي

    مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

    2014 - 1435

    Muqodimah

    Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.

    Al-Khathib rahimahullah berkata: ‘Umar bin Ibrahim dan Abu Muhammad al-Khallal mengabarkan kepada kami. Mereka berkata: Ismail bin Muhammad bin Ismail al-Khatib menceritakan kepada kami, Ia berkata: ‘Ahmab bin Hasan al-Muqri menceritakan kepada kami. Ia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Ahmad ad-Dauraqi. Ia berkata: Aku mendengar Muhammad bin Ali bin Hasan bin Syaqiq. Ia berkata: Aku mendengar bapakku berkata: Abdullah bin Mubarak rahimahullah, apabila tiba waktu haji, saudara saudaranya dari penduduk Marwu berkumpul, mereka berkata: ‘Kami menemani engkau.’ Ia berkata: ‘Berikan kepadaku nafkah kamu.’ Lalu ia mengambil nafkah (ongkos perjalanan) mereka, meletakkannya di peti dan menguncinya, kemudian menyewakan (kenderaan) untuk mereka, mengeluarkan mereka dari Marwu ke Baghdad. Ia terus memberi nafkah untuk mereka, memberi makan kepada mereka yang enak dan makanan ringan yang paling baik. Kemudian ia mengeluarkan mereka dari Baghdad dengan pakaian dan penampilan terbaik, hingga mereka sampai di kota Madinah, ia berkata kepada setiap orang dari mereka: ‘Apakah keluarga kalian minta dibelikan oleh- oleh dari kota Madinah? Ia berkata: iya hadiah ini dan itu. Kemudian ia mengeluarkan mereka ke kota Makkah. Tatkala ia selesai melaksanakan ibadah haji, ia berkata kepada setiap orang dari mereka: ‘Apakah keluarga kalian minta dibelikan oleh oleh dari kota Mekkah? Maka ia berkata: iya hadiah ini dan itu, lalu ia membelikan untuk mereka, kemudian ia mengeluarkan mereka dari kota Mekkah. Maka ia terus memberi nafkah untuk mereka hingga sampai kota Marwu. Lalu ia memperbaiki rumah mereka. Setelah tiga hari, ia melaksanakan walimah dan memberi pakaian untuk mereka. Ketika mereka selesai makan dan merasa senang, ia minta diambilan peti, lalu ia membukanya dan memberikan kepada setiap orang dari mereka ikatan uangnya yang tertulis nama pemiliknya.[1]

    Dari Zaid bin Aslam, dari bapaknya, ia berkata: Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: Wahai Abu Khalid [2], saya melihat Amirul Mukminin (Umar ibnul Khattab radhiyallahu’anhu) selalu bersamamu, tidak seorang pun yang selalu bersamanya dari teman temanmu. Ia tidak keluar untuk safar kecuali engkau selalu bersamanya, ceritakanlah kepadaku tentang hal itu.’ Ia menjawab: ‘Ia (amirul mukminin) bukanlah orang yang paling utama mendapat naungan (maksudnya, selalu bersama sama dalam segala hal), ia membantu menyiapkan perbekalan kami dan menyiapkan perbekalannya sendirian. Kami telah selesai pada satu malam, ia telah membantu menyiapkan perbekalan kami dan ia menyiapkan perbekalannya dan membaca sya’ir bahar rajaz:

    Janganlah malam membuatmu berduka - berikanlah pakaian dan sorban untuknya

    Jadilah engkau bersama Nafi’ dan Aslam - dan layanilah orang banyak sehingga engkau dilayani.[3]

    Dari Mush’ab bin Ahmad bin Mush’ab, ia berkata: ‘Abu Muhammad al-Marwazi datang ke kota Baghdad dalam perjalanan menuju Makkah dan aku ingin menemaninya. Aku datang kepadanya dan meminta ijin kepadanya untuk menemainya namun ia tidak mengijinkan pada tahun itu. Kemudian ia datang pada tahun kedua dan ketiga, aku datang kepadanya, memberi salam dan bertanya kepadanya. Ia berkata: ‘Kamu boleh ikut dengan syarat: salah seorang dari kita adalah amir (pemimpin) yang tidak boleh ditentang oleh yang lain.’ Aku berkata: ‘Engkaulah amir. Ia menjawab: Tidak, tetapi engkaulah amir.’ Aku berkata: ‘Engkau lebih utama dan lebih tua.’ Ia berkata: ‘Aku terima, tapi engkau jangan membantah aku.’ Aku berkata: ‘Ya.’ Aku berangkat bersamanya. Apabila tiba waktu makan, ia mengutamakan aku. Apabila aku menentang, ia berkata: ‘Bukanlah sudah kusyaratkan bahwa engkau tidak boleh membantah? Begitulah seterusnya kami, sehingga aku menyesal menyertainya karena telah menyusahkan dirinya.

    Pada satu ketika, kami kehujanan dan kami sedang berjalan, ia berkata kepadaku: Wahai Abu Ahmad, carilah miil (penunjuk jarak) [4].’ Kemudian ia berkata kepadaku: ‘Duduklah di dasarnya.’ Lalu ia menyuruhku duduk di dasarnya dan tangannya memegang mail sambil berdiri menunduk atasku, dan atasnya ada pakaian yang sudah basah menaungiku dari hujan sehingga aku berangan angan tidak keluar bersamanya karena telah merugikannya. Seperti inilah kebiasaannya sehingga memasuki kota Makkah, semoga Allah memberi rahmat kepadanya.[5]

    Bilal bin Sa’ad meriwayatkan dari orang yang melihat Sa’ad bin Abdullah at-Tamimy di negeri Romawi, dan ia memiliki baghal yang ia menungganginya secara bergantian dan membawa para muhajirin secara bergantian. Bilal berkata: Adalah ia, bila memperhatikan orang yang berperang ia ingin menemainya, apabila ia melihat rombongan yang disukainya, ia mensyaratkan kepada mereka bahwa ia melayani mereka, ia mengumandangkan azan, dan memberi nafkah kepada mereka sebatas kemampuannya.[6]

    [1] Siyar A’lam Nubala` 8/385-386.

    [2] Abu Khalid adalah Aslam, Maula (budak yang dimerdekakan) Umar bin Khaththab radhiyalllahu ‘anhu.

    [3] Siyar A’lam Nubal` 4/99. Saya katakan: Semoga Allah ta’ala memberi rahmat kepada Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia tidak cukup hanya melayani teman temannya saja, namun ia berbuat baik kepada bekas bekas budaknya dan melayani mereka di saat safar, padahal merekalah seharusnya yang melayaninya.

    [4] Maksudnya: pergilah ke miil yang terdekat. Mail adalah batu yang berdiri tegak dibuat untuk para musafir –terutama di jalan Makkah- sebagai petunjuk dan mengetahui jarak. Jarak di antara satu miil dengan yang lain adalah sejauh mata memandang.

    [5] Sifat Shafwah 4/148-149.

    [6] Lihat Siyar A’lam Nubala 4/17.