SYARAT, RUKUN,DAN WAJIB-WAJIB SALAT (⮫)


 SYARAT, RUKUN,DAN WAJIB-WAJIB SALAT

Bismillāhirraḥmānirraḥīm

 MUKADIMAH PENYUNTING NASKAH

Segala puji hanya milik Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa kami dan keburukan amal kami; siapa yang diberikan petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang akan menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang akan memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada beliau beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Amabakdu.

Buku Syurūṭ Aṣ-Ṣalāh wa Arkānuhā wa Wājibātuhā (Syarat, Rukun, dan Wajib-Wajib Salat) karya Imam Muhammad bin Abdul Wahab merupakan buku yang sangat bermanfaat, khususnya bagi para penuntut ilmu pemula dan masyarakat umum. Bahkan Allah telah menjadikannya bermanfaat di seluruh kalangan, sebagaimana Dia telah menyebarkan berbagai manfaat lewat semua karya-karya beliau di seluruh belahan bumi. Ini adalah karunia Allah bagi beliau dan bagi seluruh manusia.

Guru kami, Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Bāz raḥimahullāh telah mensyarah buku yang penuh berkah ini di masjid beliau yang berada dekat dari tempat tinggalnya dengan dibacakan oleh imam masjid, Syekh Muhammad Ilyas Abdul Qādir, yaitu sekitar tahun 1410 H. Syekh mensyarah buku tersebut bagi jemaah salat selama lima hari di lima pertemuan antara azan dan ikamah salat Isya. Kajian syarah ini termasuk istimewa, ilmiah, ringkas, dan bermanfaat. Total durasi lima pelajaran ini ialah 90 menit yang direkam dalam satu kaset. Kaset ini ada di saya sejak kurang lebih 25 tahun, hingga bulan Muharam 1435 H. Setelah itu, Allah baru memudahkan saya untuk menyalin rekaman syarah di kaset tersebut dalam bentuk buku.

Dalam proses penyalinan rekaman untuk menjadi buku ini, saya melakukan langkah-langkah berikut:

1.     Mencocokkan antara ucapan Syekh raḥimahullāh dalam audio rekaman dengan salinan teksnya, baik matan ataupun syarahnya, kata perkata secara detail.

2.     Mencocokkan matan buku Syurūṭ Aṣ-Ṣalāh wa Arkānuhā wa Wājibātuhā dengan empat naskah, yaitu:

a.      naskah yang dipegang oleh sang pembaca yang dibacakan kepada Syekh dan didengarkan oleh beliau. Saya menjadikan naskah ini sebagai patokan pertama.

b.     Kemudian dua buah naskah manuskrip:

-        Naskah pertama; matannya sempurna dan dengan tulisan yang jelas dan bagus. Penulisnya Ibrahim bin Muhammad Aḍ-Ḍuwayyān, tertanggal 6/5/1307 H. Naskah ini tersimpan di Pusat Penelitian dan Studi Islam Raja Faisal dengan bentuk mikrofilm nomor 5258. Manuskrip aslinya ada di Perpustakaan Jāmi' 'Unaizah di Qaṣīm. Naskah ini tergabung dalam kumpulan beberapa manuskrip, yaitu: Ṡalāṡah Al-Uṣūl, Al-Qawā'id Al-Arba', dan Kasyf Asy-Syubuhāt; semuanya karya penulis raḥimahullāh.

-        Naskah manuskrip yang kedua; juga terdapat di Pusat Penelitian dan Studi Islam Raja Faisal dengan nomor mikrofilm 5265. Tempat manuskrip aslinya di Perpustakaan Jāmi' 'Unaizah di Qaṣīm. Naskah ini tergabung dalam kumpulan beberapa manuskrip, yaitu Ṡalāṡah Al-Uṣūl, Arba' Qawā'id, Kitāb At-Tauḥīd, dan Ādāb Al-Masy-yi li Aṣ-Ṣalāh; semuanya karya penulis raḥimahullāh. Di dalamnya juga tergabung manuskrip Al-'Aqīdah Al-Wāsiṭiyah, karya Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah raḥimahullāh. Naskah yang kedua ini ditulis tahun 1338 H, namun penulisnya tidak menyebutkan namanya di naskah. Naskah ini tertulis dengan tulisan yang jelas dan bagus, tetapi ada sedikit kerusakan mulai dari ucapan penulis, "Dalilnya firman Allah Ta’ālā, 'Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima ...' hingga ucapan beliau: '... 'alaihi wa sallam di dua waktu ...'" Naskah ini saya cocokkan pada naskah-naskah lainnya.

c.      Kemudian naskah keempat; cetakan Universitas Islam Muhammad bin Su'ūd yang disunting dan dicocokkan dengan naskah manuskrip (269/86) oleh Syekh Abdul Aziz bin Zaid Ar-Rūmiy dan Syekh Ṣāliḥ bin Muhammad Al-Ḥasan.

3.     Saya menyebutkan perbedaan di antara naskah-naskah tersebut pada catatan kaki.

4.     Menuliskan nama surah dan nomor ayat pada ayat-ayat Al-Qur`ān yang ada dalam buku.

5.     Melakukan takhrīj untuk semua hadis dan aṡar.

6.     Menyusun indeks untuk seluruh ayat, hadis, dan aṡar.

7.     Saya menamai buku syarah ini dengan "Asy-Syarḥ Al-Mumtāz li Samāḥati Asy-Syaikh Al-Imām Ibni Bāz". Kemudian setelah saya menyelesaikan pencetakan buku tersebut, saya memisahkan matan buku "Syurūt Aṣ-Ṣalāh wa Arkānuhā wa Wājibātuhā" dalam buku terpisah dengan langkah-langkah yang sama dengan proses penyuntingan syarahnya, Asy-Syarḥ Al-Mumtāz.

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menjadikannya bermanfaat. Karena dengan memisahkannya dari syarahnya akan lebih mudah untuk dihafalkan, khususnya bagi para pemula. Dan siapa yang ingin membaca Asy-Syarḥ Al-Mumtāz yang disebutkan maka dia juga bisa merujuk padanya.

Hanya kepada Allah Ta’ālā kami memohon agar menjadikan sumbangsih kami ini sebagai amalan ikhlas untuk wajah-Nya yang mulia dan menjadikannya berguna bagi penulisnya, Imam Muhammad bin Abdul Wahab raḥimahullāh serta pensyarahnya, yaitu guru kami, Syekh Ibnu Bāz raḥimahullāh dan menjadikannya sebagai ilmu yang bermanfaat bagi keduanya. Juga semoga Allah menjadikannya berguna bagiku di masa hidupku dan setelah matiku, dan menjadikannya berguna hingga akhir keberadaannya. Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci adalah sebaik-baik tempat meminta dan tempat berharap. Dialah yang mencukupkan kita dan Dia adalah sebaik-baik penolong. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Akhirnya, semoga Allah melimpahkan selawat, salam, dan keberkahan kepada Nabi kita, Muhammad, keluarga, dan segenap sahabatnya.

Ditulis oleh Abu Abdurrahman

Sa'īd bin Ali bin Wahf Al-Qaḥṭāniy

Dirampungkan bakda Zuhur, Rabu, 25/5/1435 H.


Bismillāhirraḥmānirraḥīm

Penulis, Syaikul-Islām Al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahab raḥimahullāh berkata,

 Syarat sah salat ada sembilan:

Islam, berakal, tamyiz, menghilangkan hadas, menghilangkan najis, menutup aurat, masuknya waktu salat, menghadap kiblat, dan niat.

Syarat pertama: Islam, kebalikannya kafir. Orang kafir amalnya tertolak sekalipun dia mengerjakan berbagai amal baik.[1] [2] Dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan masjid Allah, padahal mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Mereka itu sia-sia amal-amalnya, dan mereka kekal di dalam neraka."[3] Juga firman Allah Ta’ālā, "Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan."[4]

Syarat[5] kedua: berakal, kebalikannya gila. Orang yang gila amalannya tidak dicatat oleh malaikat, hingga dia sadar (berakal). Dalilnya adalah hadis:[6] “Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang; orang yang tidur sampai dia bangun, orang yang gila sampai dia sadar (berakal), dan anak-anak sampai dia balig.”[7]

Ketiga: tamyiz, kebalikannya kecil. Batasannya ialah tujuh tahun, kemudian dia mulai diperintahkan[8] salat (bila berusia 7 tahun); berdasarkan sabda Nabi , "Perintahkan anak-anak kalian untuk melaksanakan salat saat berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan salat ketika berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam urusan tempat tidur."[9]

Syarat keempat[10]: menghilangkan hadas, yaitu berwudu sebagaimana yang telah diketahui, dan yang mewajibkan wudu adalah adanya hadas.

Syarat sah wudu ada sepuluh: Islam, berakal, tamyiz, niat, mempertahankan niat hingga selesai berwudu dengan tidak berniat memutusnya sampai taharahnya[11] (wudunya) selesai, terputusnya sebab wajibnya, melakukan istinja atau istijmar sebelumnya, air yang suci dan halal, menghilangkan sesuatu yang menghalangi air tembus ke kulit, dan masuknya waktu[12] salat fardu bagi orang yang hadasnya terus-menerus.

Adapun rukun-rukunnya ada enam: membasuh muka termasuk berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung -dan batasan wajah secara vertikal dari tempat tumbuh rambut sampai dagu, dan ke samping hingga daun kedua telinga-, membasuh kedua tangan sampai dua siku, mengusap semua kepala termasuk kedua telinga, membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, semuanya dilakukan berurutan, dan bersambung.[13] Dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki ..."[14] Al-Āyah[15]

Dalil wudu secara berurutan ialah hadis: "Mulailah dengan yang dimulai oleh Allah."[16]

Dalil tentang bersambungnya amalan-amalan wudu ialah hadis tentang laki-laki yang di tumitnya terdapat kilapan (bagian yang tidak basah), diriwayatkan dari Nabi : bahwa beliau melihat seorang laki-laki terdapat kilapan di telapak kakinya[17] seukuran dirham yang tidak tersentuh air, lalu beliau memerintahkannya[18] untuk mengulangi wudunya.[19]

Wajib wudu ialah membaca bismillāh disertai mengingat (dirinya sedang berwudu).[20]

Pembatal wudu ada delapan: adanya sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur, adanya kotoran najis[21] yang keluar dari tubuh, hilang akal, menyentuh perempuan dengan syahwat,[22] menyentuh kemaluan dengan tangan, baik[23] kubul ataupun dubur, memakan daging unta, memandikan mayat[24], dan murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya-.

Syarat kelima[25]: menghilangkan najis dari tiga objek, yaitu: badan, pakaian, dan tempat salat. Dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Dan pakaianmu bersihkanlah."[26]

Syarat keenam: menutup aurat. Ulama bersepakat tantang batalnya salat orang yang mengerjakan salat dengan telanjang padahal dia mampu mendapatkan pakaian. Batasan aurat laki-laki dari pusar sampai lutut, budak perempuan demikian juga, dan perempuan merdeka seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajahnya. Dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian kamu yang bagus setiap (memasuki) masjid."[27] Yaitu setiap akan mengerjakan salat.

Syarat ketujuh: masuknya waktu salat. Dalilnya dari Sunnah yaitu hadis Jibril 'alaihissalām yang mengerjakan salat untuk mengimami Nabi di awal waktu dan di akhir waktu[28] lalu ia berkata, "Wahai Muhammad! Salat itu antara dua waktu ini."[29]

Juga firman Allah Ta’ālā[30], "Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."[31] Maksudnya: diwajibkan pada batasan waktu tertentu. Dalil adanya penentuan waktu-waktu[32] ialah firman Allah Ta’ālā, "Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."[33]

Syarat kedelapan: menghadap kiblat. Dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Kami melihat[34] wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu."[35]

Syarat kesembilan: niat; tempatnya ialah di hati, sedangkan melafalkannya adalah bidah. Dalilnya hadis[36]: "Sesungguhnya amalan itu tergantung niat, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya."[37]

 Rukun salat ada empat belas:

Berdiri disertai kemampuan, takbīratul-iḥrām, membaca Al-Fātiḥah, rukuk, bangkit dari rukuk, sujud di atas anggota yang tujuh[38], bangkit dari sujud, jilsah[39] (duduk) antara dua sujud, tumakninah di semua rukun, berurutan[40], tasyahud akhir, duduk tasyahud akhir, selawat kepada Nabi , dan dua salam.

Rukun pertama: berdiri disertai kemampuan; dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Peliharalah[41] semua salat dan salat wusṭā. Dan berdirilah (salat) karena Allah dengan khusyuk."[42]

Kedua[43]: takbīratul-iḥrām; dalilnya ialah hadis[44]: "Pembuka salat adalah takbir,[45] dan penutupnya adalah salam."[46] Setelahnya membaca doa istiftah -hukumnya sunah-, yaitu membaca[47], “Subḥānakallāhumma wa biḥamdika wa tabāraka-smuka wa ta'ālā jadduka wa lā ilāha gairuka (Ya Allah! Mahasuci Engkau dan dengan memuji-Mu, Mahaberkah nama-Mu, Mahaluhur kemuliaan-Mu, dan tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau)."[48] Makna “Subḥānakallāhumma" yaitu: aku menyucikan-Mu dengan penyucian yang pantas dengan keagungan-Mu.[49] "Wa biḥamdika" artinya: dengan memuji-Mu. "Wa tabāraka-smuka"[50] yaitu keberkahan akan diperoleh dengan berzikir kepada-Mu. "Wa ta'ālā jadduka" yaitu Mahaluhur kemuliaan-Mu.[51] "Wa lā ilāha gairuka" yaitu tidak ada sesembahan di bumi maupun di langit yang disembah dengan hak[52] kecuali Engkau.

A’ūżu billāhi minasy-syaiṭānir-rajīm (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).[53] Makna "A’ūżu" yaitu aku berlindung kepada-Mu, ya Allah, dari setan.[54] "Ar-Rajīm" yaitu yang terkutuk; yang dijauhkan dari rahmat Allah[55], ia tidak akan memudaratkanku dalam urusan agamaku maupun duniaku.[56]

Membaca Al-Fātiḥah adalah rukun di setiap rakaat; sebagaimana dalam hadis[57], "Tidak sah salat orang yang tidak membaca Al-Fātiḥah."[58] Yaitu Ummul-Qur`ān.

Bismillāhirraḥmānirraḥīm (dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)[59] dalam rangka bertabaruk dan memohon pertolongan.

"Alḥamdulillāh"; al-ḥamd artinya pujian. Alif dan lām untuk menunjukkan pencakupan semua pujian. Adapun hal baik yang pemiliknya tidak memiliki andil di dalamnya seperti ketampanan/kecantikan dan semisalnya, maka memberikan pujian padanya[60] disebut "madḥ" bukan "ḥamd".

"Rabbil-'ālamīn"; Ar-Rabb ialah[61] sesembahan, pencipta, pemberi rezeki[62], penguasa, pengatur, dan pemelihara semua makhluk dengan limpahan berbagai nikmat.[63]

"Al-Ālamīn"; semua selain Allah adalah alam, dan Dia adalah Tuhan bagi semuanya.

"Ar-Raḥmān"; yaitu rahmat yang bersifat umum untuk semua[64] makhluk.

"Ar-Raḥīm"; yaitu rahmat yang khusus bagi orang beriman. Dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman."[65]

"Māliki yaumid-dīn"; yaitu hari pembalasan dan hisab, hari[66] ketika masing-masing diberikan balasan amalnya, bila amalnya baik maka balasannya pun baik, namun jika amalnya buruk maka balasannya pun buruk. Dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Dan tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?[67] (Yaitu) pada hari (ketika) seseorang sama sekali tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah."[68] Juga hadis dari Nabi , beliau bersabda, "Orang cerdas adalah orang yang mampu menundukkan nafsunya dan beramal untuk menghadapi apa yang akan terjadi setelah kematian.[69] Dan orang lemah adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah."[70]

"Iyyāka na'budu"; artinya kami tidak menyembah selain-Mu, yaitu perjanjian antara hamba dengan Rabb-nya untuk tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya.[71]

"Wa iyyāka nasta'īn"; yaitu perjanjian antara hamba dengan[72] Tuhannya untuk tidak meminta pertolongan kepada siapa pun selain Allah.

"Ihdinā aṣ-ṣirāṭal-mustaqīm"; makna "ihdinā" yaitu tunjukilah kami serta bimbinglah kami dan teguhkanlah kami[73]. Sedangkan "aṣ-ṣirāṭ" ialah Islam. Ada yang berpendapat, yaitu Rasul.[74] Yang lain mengatakan: Al-Qur`ān. Dan semua tafsiran ini benar. Kemudian "al-mustaqīm" yaitu yang tidak ada bengkoknya.

"Ṣirāṭal-lażīna an'amta 'alaihim"; yaitu jalan orang yang diberi nikmat. Dalilnya[75] firman Allah Ta’ālā: "Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."[76]

"Gairil-magḍūbi 'alaihim"; yaitu orang-orang Yahudi. Mereka memiliki ilmu namun mereka tidak mengamalkannya[77]. Yaitu Anda meminta kepada Allah agar Anda dijauhkan dari jalan mereka.

"Walaḍ-ḍāllīn"; yaitu orang-orang Nasrani. Mereka beribadah kepada Allah[78] di atas kejahilan dan kesesatan. Yaitu Anda meminta kepada Allah agar dijauhkan dari jalan mereka. Dalil tentang orang-orang yang tersesat ini ialah firman Allah Ta’ālā, "Katakanlah (Muhammad), 'Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?' (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan[79] dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya."[80] [81]

Juga hadis[82] dari Nabi , beliau bersabda, "Sungguh kalian akan mengikuti tradisi umat-umat sebelum kalian selangkah demi selangkah sampai kalaupun mereka masuk ke dalam liang biawak niscaya kalian akan masuk ke dalamnya pula." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani?" Beliau bersabda, "Lalu siapa lagi?!" (HR. Bukhari dan Muslim).[83]

Dan hadis[84] kedua: "Orang-orang Yahudi terpecah menjadi 71 kelompok dan orang-orang Nasrani menjadi 72 kelompok. Sedangkan umat ini akan terpecah menjadi 73 kelompok; seluruhnya di neraka kecuali satu kelompok." Kami bertanya, "Siapakah kelompok yang satu itu, wahai[85] Rasulullah?" Beliau bersabda, "Siapa yang berada di atas jalanku[86] dan sahabat-sahabatku."[87]

Adapun rukuk, bangkit dari rukuk, sujud di atas tujuh anggota tubuh, bangkit dari sujud, dan duduk antara dua sujud; dalilnya firman Allah Ta’ālā, "Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah dan sujudlah."[88] [89]

Juga hadis dari Nabi[90] , beliau bersabda, "Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh tulang."[91] [92]

Tumakninah[93] di semua perbuatan[94] dan berurutan antara rukun; dalilnya ialah hadis tentang laki-laki yang tidak salat dengan benar, dari Abu Hurairah raḍiyallāhu 'anhu, dia meriwayatkan: Ketika kami sedang duduk bersama Nabi , tiba-tiba seorang laki-laki[95] masuk dan mengerjakan salat, lalu dia bangkit[96] dan mengucapkan salam kepada Nabi . Maka beliau bersabda,[97] "Kembalilah, dan ulangi salatmu karena kamu belum mengerjakan salat!" Hingga dia melakukannya sebanyak tiga kali. Kemudian[98] dia berkata, "Demi Allah yang telah mengutusmu sebagai seorang nabi yang membawa kebenaran! Aku tidak bisa melakukan selain[99] ini. Maka ajarilah aku." Maka Nabi bersabda kepadanya,[100] “Jika kamu hendak mengerjakan salat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah ayat-ayat Al-Qur`ān yang mudah bagimu. Kemudian rukuklah hingga kamu melakukan rukuk dengan tenang, kemudian bangkitlah dari rukuk hingga kamu tegak[101] berdiri. Lalu sujudlah hingga kamu sujud dengan tenang, kemudian bangkitlah hingga kamu duduk dengan tenang. Kemudian kerjakanlah semua hal tersebut pada seluruh rakaat salatmu.”[102]

Tasyahud akhir adalah rukun yang wajib[103]; berdasarkan hadis Ibnu Mas’ūd raḍiyallāhu 'anhu, ia berkata, Dahulu sebelum diwajibkan membaca tasyahud, kami mengucapkan, 'As-salāmu 'alallāh min 'ibādihi, as-salāmu 'alā Jibrīl wa Mīkā`īl (keselamatan bagi Allah dari hamba-hamba-Nya. Keselamatan bagi Jibril dan Mikail). Kemudian Nabi bersabda[104], "Janganlah kalian mengucapkan, 'As-salāmu 'alallāh min[105] 'ibādihi (semoga kesejahteraan untuk Allah dari para hamba-Nya)', karena sesungguhnya Allahlah Yang Maha Pemberi keselamatan.[106] Tetapi ucapkanlah, 'At-taḥiyyātu lillāh[107], waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt. As-salāmu'alaika ayyuhan-Nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. As-salāmu 'alainā wa 'alā 'ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Asyhadu an lā ilāha illallāh wa asyhadu anna Muḥammadan 'abduhu wa rasūluh" (Segala pengagungan, selawat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan terlimpah kepadamu wahai Nabi, dan rahmat Allah serta berkah-Nya. Semoga keselamatan terlimpah pada kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada ilah (yang berhak disembah) selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya)."[108]

Makna "At-Taḥiyyāt" yaitu semua pengagungan adalah bagi Allah[109] secara kepemilikan dan keberhakan, seperti membungkuk, rukuk[110], sujud, diam, dan semua[111] bentuk pengagungan kepada Rabbul-'Ālamīn adalah milik Allah; siapa yang memalingkan sebagiannya kepada selain Allah maka dia musyrik dan kafir[112].

Sedangkan "aṣ-ṣalawāt" maknanya ialah semua doa. Ada yang mengatakan: salat lima waktu.

Makna "aṭ-ṭayyibāt lillāh"[113]; Allah adalah Yang Mahabaik dan tidak menerima di antara ucapan dan perbuatan kecuali yang baik.[114]

"As-salāmu 'alaika ayyuhan-Nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh"; yaitu Anda berdoa untuk Nabi berupa keselamatan, rahmat[115], dan keberkahan[116]. Orang yang didoakan tidak dijadikan tempat meminta bersama Allah.

"As-salāmu[117] 'alainā wa 'alā 'ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn"; yaitu Anda mengucapkan salam pada diri Anda dan semua hamba yang saleh di[118] langit dan di bumi. Salam adalah doa. Orang-orang saleh itu didoakan, tidak dijadikan tempat berdoa bersama Allah.

"Asyhadu an lā ilāha illallāh waḥdahu[119] lā syarīka lahu"[120]; yaitu Anda bersaksi dengan kesaksian yang yakin bahwa tidak ada yang disembah di bumi[121] maupun di langit dengan benar kecuali Allah. Anda juga bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah; bahwa beliau[122] adalah seorang hamba yang tidak boleh disembah dan seorang rasul yang tidak boleh didustakan. Tetapi beliau wajib ditaati dan diikuti, dan Allah telah memuliakan beliau dengan penghambaan.

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ālā, "Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqān (Al-Qur'ān) kepada hamba-Nya (Muhammad),[123] agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia)."[124]

Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, (wa 'alā āli Muḥammad)[125], kamā ṣallaita 'alā ibrāhīm (wa 'alā āli ibrāhīm)[126], innaka ḥamīdun majīd[127] (Ya Allah! Limpahkanlah selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan selawat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia).

Selawat yang berasal dari Allah ialah pujian-Nya[128] kepada hamba-Nya di alam malaikat tertinggi; sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari raḥimahullāh dalam Ṣaḥīḥ-nya dari Abul-'Āliyah, dia berkata, "Selawat dari Allah adalah pujian-Nya kepada hamba-Nya di alam malaikat tertinggi."[129] [130] Ada yang mengatakan, maknanya: rahmat. Namun pendapat yang benar adalah yang pertama. Sedangkan selawat dari malaikat ialah permohonan ampunan, dan selawat dari manusia ialah doa. Kemudian "wa bārik ... dan seterusnya[131] adalah sunah-sunah salat dalam bentuk ucapan dan perbuatan.

 Wajib salat ada delapan:

semua takbir selain takbīratul-iḥrām, bacaan "subḥāna rabbiyal-'aẓīm" ketika rukuk, ucapan "sami'allāhu liman ḥamidah" bagi imam dan yang salat sendiri, bacaan "rabbanā wa lakal-ḥamdu" untuk semua, bacaan "subḥāna rabbiyal-a'lā" ketika sujud, bacaan "rabbi-gfir lī" ketika duduk di antara dua sujud, bacaan tasyahud awal, dan duduk untuk tasyahud awal.

Rukun salat[132] ialah sesuatu yang ketika sebagiannya tidak dilakukan karena lupa atau sengaja maka salat itu menjadi batal. Sedangkan wajib salat ialah sesuatu yang ketika sebagiannya tidak dilakukan dengan sengaja maka salat itu batal lantaran ia meninggalkannya, dan bila tidak dilakukan karena lupa maka dapat diperbaiki dengan sujud sahwi.[133] Wallāhu a'lam.

[Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam sebanyak-banyaknya kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, serta keluarga dan para sahabatnya.][134]



[1] Di manuskrip pertama dan kedua: Orang yang kafir amalnya tertolak, dan amalan salat tidak diterima kecuali dari seorang muslim. Dalilnya firman Allah Ta'ālā, "Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi." Orang kafir amalnya tertolak sekalipun dia mengerjakan berbagai amal baik ..."

[2] Di sini adalah awal kerusakan kertas di manuskrip kedua, dan berakhir di pertengahan syarat kesembilan.

[3] QS. At-Taubah: 17.

[4] QS. Al-Furqān: 32.

[5] Di naskah kajian Syekh dan naskah Universitas Muhammad bin Su'ūd: "Kedua" tanpa kata "syarat".

[6] Di naskah kajian Syekh dan naskah cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd: "Dalilnya adalah hadis." Sedangkan di manuskrip pertama: "Sampai dia sadar (berakal) berdasarkan hadis ..."

[7] HR. Abu Daud, Kitāb Al-Ḥudūd, Bāb fī Al-Majnūn Yasriqu Aw Yusību Ḥaddan (no. 4405) dengan redaksi: Ali raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi , bahwa beliau bersabda, “Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang, yaitu: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak sampai dia balig, dan dari orang yang gila sampai dia sadar (berakal).” Juga diriwayatkan oleh yang lain dengan redaksi-redaksi yang berdekatan; hanya berbeda dalam urutan antara orang yang tidur, orang yang gila, dan anak-anak, seluruhnya dari Ali raḍiyallāhu ‘anhu. Yaitu Tirmizi, Kitāb Al-Ḥudūd 'an Rasūlillāh , Bāb Mā Jā`a fī Man Lā Yajibu 'alaihi Al-Ḥadd (no. 1423); Ahmad (2/461 no. 1362); dan Al-Ḥākim (2/59) dan Al-Ḥākim mensahihkannya dengan disepakati oleh Aż-Żahabiy. Hadis ini dinyatakan sahih ligairihi oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (2/461) dan disahihkan oleh Al-'Allāmah Al-Albāniy dalam Irwā`ul-Galīl (2/5). Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā juga meriwayatkan hadis ini dengan redaksi: bahwa Rasulullah bersabda, "Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang, yaitu: orang yang tidur sampai dia bangun, dari orang yang diuji sampai dia sembuh, dan dari anak-anak sampai dia besar." HR. Abu Daud, Kitāb Al-Ḥudūd, Bāb fī Al-Majnūn Yasriqu Auw Yusību Ḥaddan (no. 4400); Ahmad (42/51 no. 25114); dan selain mereka berdua dengan redaksi yang hampir sama. Sanadnya dinyatakan jayyid oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (42/51) dan disahihkan oleh Al-Albāniy dalam Irwā`ul-Galīl (2/4).

[8] Di manuskrip pertama: "Diperintahkan salat" tanpa kata "ṡumma" (kemudian).

[9] HR. Abu Daud, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Matā Yu`maru Al-Gulām bi Aṣ-Ṣalāh (no. 495) dengan redaksi: "Perintahkan anak-anak kalian untuk melaksanakan salat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam urusan tempat tidur." Juga diriwayatkan oleh Ahmad (11/369 no. 6756) dengan redaksi: "Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan salat saat berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam urusan tempat tidur. Bila salah seorang kalian telah menikahkan budak perempuan miliknya dengan budak laki-lakinya atau pekerjanya, maka jangan sekali-kali dia melihat sebagian auratnya karena yang di bawah pusarnya hingga kedua lututnya merupakan auratnya." Juga diriwayatkan oleh Ahmad (no. 6689) dengan redaksi: "Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan salat bila mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya bila mereka telah berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam urusan tempat tidur"; dari jalur 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Sanadnya dinyatakan hasan oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (11/369) dan disahihkan oleh Al-Albāniy dalam Irwā`ul-Galīl (1/266).

[10] Di manuskrip pertama: "Keempat" tanpa kata "syarat". Seperti itu juga di naskah kajian Syekh dan cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd.

[11] Di manuskrip pertama: "Ṭahāratuhu" (taharahnya) tanpa huruf "al" ta'rīf. "Al" ta'rīf (Aṭ-Ṭahārah) disebutkan dalam naskah kajian Syekh dan cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd.

[12] Di manuskrip pertama: "Wa dukhūlul-waqti" (masuknya waktu itu).

[13] Di manuskrip pertama setelah lafal "bersambung" disebutkan: "Dan wajib wudu ialah membaca bismillāh disertai mengingat (dirinya sedang berwudu)."

[14] QS. Al-Mā`idah: 6.

[15] Kata "Al-Āyah" (maksudnya: sampai akhir ayat yang ditunjukkan dengan titik tiga) tidak disebutkan di manuskrip pertama maupun kedua.

[16] HR. An-Nasā`iy, Kitāb Manāsik Al-Ḥajj, Bāb Al-Qaul Ba'da Rak'atai Aṭ-Ṭawāf (no. 2962) dari riwayat Jābir raḍiyallāhu ‘anhu, dan disahihkan oleh Al-Albāniy dalam Tamāmul-Minnah (hal. 88). Juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitāb Al-Ḥajj, Bāb Ḥajjatun-Nabiy (no. 1218) dengan redaksi: "Aku memulai dengan yang dimulai oleh Allah."

[17] Di manuskrip pertama: di kakinya.

[18] Di manuskrip pertama: "beliau memerintahkannya untuk mengulangi wudunya" tanpa kata "lalu".

[19] HR. Abu Daud, Kitāb At-Ṭahārah, Bāb Tafrīq Al-Wudū` (no. 175) dan Ahmad (24/251 no. 15595) dari beberapa sahabat Nabi dengan redaksi: "Bahwa Nabi melihat seorang laki-laki mengerjakan salat sementara di punggung telapak kakinya terdapat kilapan seukuran dirham yang tidak tersentuh air, lalu Nabi memerintahkannya untuk mengulang wudu dan salatnya." Hadis ini dinyatakan sahih ligairihi oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (24/252) dan Al-Albāniy dalam Ṣaḥīḥ Sunan Abi Daud (1/310 no. 168). Ibnu Daqīq Al-'Īd membawakan dalam Al-Ilmām (hal. 15) dari Imam Ahmad bahwa sanadnya jayyid. Juga diriwayatkan dengan redaksi yang semaknanya oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Kitāb As-Ṣalāh, Bāb Man Tawaḍḍa`a Fataraka Mauḍi'an Lam Yuṣibhu Al-Mā`u (no. 666) dari Umar bin Al-Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu.

[20] Di manuskrip pertama kalimat ini dimajukan setelah kata "bersambung".

[21] Kata "najis" tidak ada di manuskrip pertama.

[22] Guru kami, Syekh Ibnu Bāz raḥimahullāh berkata dalam Asy-Syarḥ Al-Mumtāz (hal. 68) tentang menyentuh perempuan dengan syahwat bila tidak sampai keluar mazi ataupun lainnya, "Yang benar bahwa hal itu tidak membatalkan wudu karena Rasul biasa mencium sebagian istrinya kemudian tidak berwudu lagi setelahnya." (HR. Ahmad dalam Al-Musnad [42/499 no. 25766], Abu Daud [no. 179], Tirmizi [no. 86], dan lainnya). Sanadnya dinyatakan sahih oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (42/499) dan disahihkan oleh Al-Albāniy dalam Ṣaḥīḥ Abi Daud (1/322)]. Adapun firman Allah 'Azza wa Jalla, "Atau kamu telah menyentuh perempuan" (QS. An-Nisā`: 43), maksudnya adalah jimak.

[23] Kata "Kāna" (yang bisa diartikan "baik/entah") tidak ada dalam manuskrip pertama.

[24] Yang benar bahwa memandikan mayat tidak membatalkan wudu, kecuali bila tangan orang yang memandikan menyentuh kemaluan mayat. Itu yang dikuatkan oleh guru kami, Syekh Ibnu Bāz dalam Asy-Syarḥ Al-Mumtāz (hal. 70).

[25] Di manuskrip pertama hanya: "Kelima" tanpa menyebutkan kata "syarat".

[26] QS. Al-Muddaṡṡir: 4.

[27] QS. Al-A'rāf: 31.

[28] Di manuskrip pertama hanya: "dan akhir waktu" tanpa menyebutkan kata "di".

[29] Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan, Rasulullah bercerita, "Jibril 'alaihis salām mengerjakan salat mengimamiku di dekat Kakbah sebanyak dua kali. Pertama kali ia mengimamiku untuk salat Zuhur ketika matahari telah tergelincir pada saat bayangan seukuran tali sendal, lalu ia mengimamiku untuk salat Asar ketika panjang bayangan sama (dengan aslinya), lalu mengimamiku salat -yaitu Magrib- ketika orang yang berpuasa berbuka, lalu mengimamiku salat Isya ketika mega merah menghilang, dan ia mengimamiku salat Subuh ketika makan dan minum dilarang bagi orang yang berpuasa. Kemudian keesokannya ia mengimamiku salat Zuhur ketika bayangan sama panjang (dengan aslinya), lalu ia mengimamiku salat Asar ketika panjang bayangan dua kali lipat, lalu ia mengimamiku salat Magrib ketika orang yang berpuasa berbuka, lalu ia mengimamiku salat Isya ketika lewat sepertiga malam, dan ia mengimamiku salat Subuh ketika telah terang. Setelah itu ia menoleh padaku lalu berkata, 'Wahai Muhammad! Ini adalah waktu nabi-nabi sebelummu. Waktu salat itu antara dua waktu ini.'" (HR. Abu Daud dalam Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Farḍ Aṣ-Ṣalāh [no. 393], Tirmizi, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Mā Jā`a fī Mawāqīt Aṣ-Ṣalāh [no. 149], Asy-Syāfi'iy dalam Musnad-nya [1/26], Ahmad [5/202 no. 3081], Ibnu Khuzaimah [1/168 no. 325], Al-Ḥākim [1/193], dan redaksi ini milik Abu Daud. Hadis ini disahihkan oleh Al-Ḥākim, sanadnya dinyatakan sahih oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (5/202), juga disahihkan oleh Ibnu 'Abdil-Barr dalam At-Tamhīd serta membantah orang yang mempermasalahkannya (8/28). Dan disahihkan pula oleh Al-Albāniy dalam Ṣaḥīḥ Abi Daud (no. 377). Kemudian telah sahih di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitāb Al-Masājid wa Mawāḍi` Aṣ-Ṣalāh, Bāb Auqāt Aṣ-Ṣalawāt Al-Khams (no. 612) bahwa waktu salat Isya sampai pertengahan malam. Yaitu dari Abdullah bin 'Amr raḍiyallāhu ‘anhumā bahwa Rasulullah bersabda, "Bila kalian telah mengerjakan salat Subuh, maka itulah waktunya hingga terbit tanduk matahari yang pertama, bila kalian mengerjakan salat Zuhur maka itulah waktunya hingga tiba waktu Asar, bila kalian mengerjakan salat Asar maka itulah waktunya hingga matahari menguning, bila kalian mengerjakan salat Magrib maka itulah waktunya hingga mega merah hilang, bila kalian mengerjakan salat Isya maka itulah waktunya hingga pertengahan malam." Sehingga waktu salat Isya sampai pertengahan malam dan itu yang terkuat dan menjadi pegangan.

[30] Awal berakhirnya kerusakan kertas di manuskrip kedua.

[31] QS. An-Nisā`: 103.

[32] Di manuskrip pertama: "waktu".

[33] QS. Al-Isrā`: 87.

[34] Di manuskrip pertama: "Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam" saja sedangkan selebihnya dari ayat ini dihilangkan. Adapun dalam manuskrip kedua hanya menyebutkan firman Allah. "Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi ..."

[35] QS. Al-Baqarah: 144.

[36] Di manuskrip pertama: "Hadis Umar, dia berkata, Rasulullah bersabda ... Sedangkan di manuskrip kedua disebutkan, "Dalilnya: 'Sesungguhnya amalan itu tergantung niat.'"

[37] HR. Bukhari (no. 1) dan Muslim (1907); hadis ini telah disebutkan takhrīj-nya sebelumnya.

[38] Di manuskrip pertama dan kedua: sujud di atas tujuh anggota.

[39] Di manuskrip kedua: "al-julūs" (duduk) antara dua sujud.

[40] Di manuskrip kedua terdapat tambahan: "dan bersambung."

[41] Di manuskrip pertama dan kedua: "Dan berdirilah (salat) karena Allah dengan khusyuk." Sementara semua sisa ayat tersebut dihapus.

[42] QS. Al-Baqarah: 238.

[43] Kata "kedua" tidak ada di manuskrip kedua.

[44] Di naskah cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd: "al-ḥadīṡ" dengan "al ta'rīf". Sementara yang dibacakan kepada Syekh: "ḥadīṡ" tanpa "al ta'rīf". Kemudian di manuskrip pertama dan kedua: "Dalilnya dari "al-ḥadīṡ" ialah sabda beliau ..."

[45] Kalimat "dan penutupnya adalah salam" tidak ada pada manuskrip pertama. Sedangkan di manuskrip kedua: "Dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam."

[46] HR. Abu Daud, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Al-Imām Yuḥdiṡ Ba'da Mā Yarfa'u Ra`sahu min Ākhiri Rak'ah (no. 618) dengan redaksi: Ali raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Rasulullah bersabda, "Pembuka salat adalah bersuci, dimulai dengan takbir dan ditutup dengan salam." Juga diriwayatkan oleh Tirmizi, Kitāb Abwāb Aṭ-Ṭahārah 'an Rasūlillāh , Bāb Mā Jā`a anna Miftāḥ Aṣ-Ṣalāh Aṭ-Ṭuhūr (no. 3), dan dia berkata, "Hadis ini yang paling sahih dalam pembahasan ini." Juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Kitāb Aṭ-Ṭahārah wa Sunanuḥā, Bāb Miftāḥ Aṣ-Ṣalāh Aṭ-Ṭuhūr (no. 275); Asy-Syāfi'iy dalam Musnad-nya (1/34); Ibnu Abi Syaibah (1/208 no. 2378); Ahmad (2/292 no. 1006); Ad-Dāraquṭniy (1/360); dan Aḍ-Ḍiyā` Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtārah (2/341), dan dia berkata, "Sanadnya hasan"; dari Ali raḍiyallāhu ‘anhu. Dinyatakan sahih ligairihi oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (2/292). Syekh Al-Albāniy berkata dalam Ṣaḥīḥ Abi Daud (1/102 no. 55), "Sanadnya hasan sahih." Juga disahihkan oleh Al-Ḥākim dan Ibnu As-Sakan, begitu juga Al-Ḥāfiz. Serta dinyatakan hasan oleh An-Nawawiy dan dibawakan oleh Al-Maqdisiy dalam Al-Aḥādīṡ Al-Mukhtārah.

[47] Di manuskrip kedua terdapat tambahan: membaca doa.

[48] HR. Abu Daud, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Man Ra`ā Al-Istiftāḥ bi Subḥānakallāhumma wa Biḥamdika (no. 775); Tirmizi, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Mā Yaqūlu 'Inda Iftitāḥ Aṣ-Ṣalāh (no. 243); Ibnu Mājah, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Iftitāḥ Aṣ-Ṣalāh (no. 806), dari Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā dan disahihkan oleh Al-'Allāmah Al-Albāniy dalam Ṣaḥīḥ Abi Daud (3/361 no. 748). Juga diriwayatkan oleh Muslim, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Ḥujjah Man Qāla Lā Yujharu bil-Basmalah (no. 399) secara mauqūf pada Umar dengan redaksi: 'Abdah meriwayatkan, bahwa Umar bin Al-Khaṭṭāb biasa membaca doa ini: “Subḥānakallāhumma wa biḥamdika, tabāraka-smuka wa ta'ālā jadduka wa lā ilāha gairuka (Ya Allah! Mahasuci Engkau dan dengan memuji-Mu, Mahaberkah nama-Mu, Mahaluhur kemuliaan-Mu, dan tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau)."

[49] Di manuskrip pertama dan kedua: dengan keagunganmu, ya Allah.

[50] Di manuskrip kedua: "wa tabāraka-smuka wa ta'ālā jadduka;" yaitu Mahaluhur kemuliaan-Mu dan Mahabesar urusan-Mu.

[51] Di manuskrip pertama: "Wa ta'ālā jadduka" yaitu Mahaluhur kemuliaan-Mu.

[52] Di manuskrip kedua: "Haqq" (hak) tanpa "bā`" (dengan).

[53] Di manuskrip kedua: A’ūżu billāhi minasy-syaiṭānir-rajīm, al-maṭrūd, al-mub'ad min raḥmatillāh.

[54] Di manuskrip pertama: dari setan ini.

[55] Di manuskrip pertama: yang dijauhkan dari rahmat-Mu.

[56] Mulai dari kalimat "makna "A’ūżu" yaitu aku berlindung ... maupun duniaku" tidak ada di manuskrip kedua.

[57] Di manuskrip pertama dan kedua serta cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd: sebagaimana dalam al-ḥadīṡ (dengan "al" ta'rīf).

[58] HR. Bukhari, Kitāb Al-Ażān, Bāb Wujūb Al-Qirā`ah lil-Imām wal-Ma`mūm (no. 756); dan Muslim, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Qirā`atul-Fātiḥah fī Kulli Rak'ah wa Innahu Iżā Lam Yuḥsin Al-Fātiḥah walā Amkanahu Ta'allumuhā Qara`a Mā Tayassara Lahū Min Gairihā (no. 394).

[59] Di naskah kajian Syekh dan manuskrip pertama: Bismillāhirraḥmānirraḥīm. Sedangkan di manuskrip kedua disebutkan: "Ucapannya: bismillāhirraḥmānirraḥīm."

[60] Kata "bihi" (yang diartikan: pada); tidak ada di mansukrip kedua.

[61] Kata "huwa" (ialah) tidak ada di manuskrip pertama.

[62] Kata "pencipta, pemberi rezeki" tidak ada di manuskrip pertama maupun kedua".

[63] Di manuskrip pertama dan kedua: pemelihara semua alam semesta dengan limpahan berbagai nikmat.

[64] Di cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd dan manuskrip kedua: "semua makhluk-makhluk". Demikian juga di naskah kajian Syekh. Adapun di manuskrip pertama disebutkan: "untuk semua makhluk".

[65] QS. Al-Aḥzāb: 43.

[66] Kata "hari" tidak ada di manuskrip pertama.

[67] Di manuskrip kedua, ayat di atas tidak disebutkan sempurna, melainkan dikatakan, "Al-Āyah".

[68] QS. Al-Infiṭār: 17-19.

[69] Di manuskrip kedua, ayat di atas tidak disebutkan sempurna, melainkan dikatakan, "Al-Āyah".

[70] HR. Tirmizi, Kitāb Ṣifatul-Qiyāmah war-Raqā`iq, (bāb 25 no. 2459); Ibnu Majah, Kitāb Az-Zuhd, Bāb Żikrul-Maut wal-Isti'dād Lahu (no. 4260); Ahmad dalam Al-Musnad (28/350 no. 17123); dan Al-Ḥākim (1/57) dan dia mensahihkannya, dari Syaddād bin Aus raḍiyallāhu ‘anhu. Juga dihasankan oleh Tirmizi dan dijadikan sebagai dalil oleh Syaikhul-Islām Ibnu Taimiyah serta menyetujui penilaian hasan Imam Tirmizi, yaitu ketika beliau menyebutkan dalam Majmu' Al-Fatāwā (8/285), "Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmizi dan dia mengatakan: hadis hasan."

[71] Di manuskrip pertama: untuk tidak menyembah siapa pun selain-Nya. Sedangkan di manuskrip kedua: untuk tidak meminta pertolongan kepada siapa pun selain-Nya.

[72] Di manuskrip pertama: perjanjian antara hamba dan Tuhannya. Sedangkan di manuskrip kedua: perjanjian antara hamba dengan Tuhannya untuk tidak meminta pertolongan kepada siapa pun selain-Nya.

[73] Kalimat: "Ihdinā, yaitu tunjukilah kami serta bimbinglah kami dan teguhkanlah kami"; tidak ada di manuskrip kedua.

[74] Di manuskrip pertama dan kedua: sedangkan "aṣ-ṣirāṭ" ada yang mengatakan maknanya adalah Rasul, ada yang mengatakan Islam, dan yang lain mengatakan Al-Qur`ān.

[75] Mulai dari ucapan penulis: "Dalilnya ..." sampai ucapan beliau: "bukan orang yang dimurkai dan"; hilang dari manuskrip kedua.

[76] QS. An-Nisā`: 69.

[77] Di manuskrip pertama dan kedua: "namun mereka telah enggan beramal dengannya".

[78] Di manuskrip kedua tidak ada kata "Allah".

[79] Di manuskrip kedua diringkas dengan lafal: "(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ..." hingga firman-Nya: "dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat."

[80] QS. Al-Kahf: 103 & 104.

[81] Di cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd dan manuskrip pertama ditambahkan: "Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya. Maka sia-sia amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat." (QS. Al-Kahf: 105). Adapun yang dibawakan di atas berasal dari naskah kajian Syekh.

[82] Di manuskrip pertama: "Juga di dalam hadis, dari Nabi bahwa beliau bersabda ..." Sedangkan di manuskrip kedua disebutkan: "Juga di dalam hadis, dari beliau ..."

[83] HR. Bukhari, Kitāb Al-I'tiṣām, Bāb Qaulu An-Nabiy , "Latattabi'unna Sanana Man Kāna Qablakum" (no. 7320); dan Muslim, Kitāb Al-'Ilm, Bāb Ittibā' Sanan Al-Yahūd wan-Naṣārā (no. 2669) dengan redaksi: Abu Sa'īd Al-Khudriy meriwayatkan dari Nabi , bahwa beliau bersabda, "Sungguh kalian akan mengikuti tradisi umat-umat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai kalaupun mereka masuk ke dalam liang biawak niscaya kalian akan mengikuti mereka." Kami bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani?" Beliau bersabda, "Lalu siapa lagi?!" Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad (18/322 no. 11800). Sanadnya dinyatakan sahih oleh para penyunting Kitab Al-Musnad (18/322) dan Al-Albāniy dalam Silsilah Al-Aḥādīṡ Aṣ-Ṣaḥīḥah (6/999).

[84] Di manuskrip pertama: "Hadis kedua" tanpa kata "dan".

[85] Di manuskrip pertama: "Kami bertanya, 'Wahai Rasulullah! Siapakah kelompok yang satu itu?'" Terjadi pemajuan dan pemunduran.

[86] Di manuskrip pertama: "Siapa yang berada di atas jalanku dan sahabat-sahabatku hari ini".

[87] HR. Ibnu Majah, Kitāb Al-Fitan, Bāb Iftirāq Al-Umam (no. 3992) dengan redaksi: 'Auf bin Malik meriwayatkan, Rasulullah bersabda, "Orang-orang Yahudi terpecah menjadi 71 kelompok; satu kelompok di surga dan 70 di neraka. Orang-orang Nasrani terpecah menjadi 72 kelompok; 71 di neraka dan satu di surga. Kemudian demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya! Umatku benar-benar akan terpecah menjadi 73 kelompok; satu di surga dan 72 di neraka." Dikatakan, "Wahai Rasulullah! Siapakah mereka itu?" Beliau bersabda, "Yaitu al-jamā'ah." Hadis ini memiliki syāhid dalam riwayat Tirmizi, Kitāb Al-Īmān, Bāb Mā Jā`a fi Iftirāq Hāzihi Al-Ummah (no. 2641) dengan redaksi: Abdullah bin 'Amr raḍiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan, Rasulullah bersabda, "Pasti akan terjadi pada umatku seperti yang terjadi pada Bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal, sampai jika salah seorang dari Bani Israil ada yang menggauli ibunya secara terang-terangan maka di kalangan umatku pun akan ada yang mengikutinya. Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan. Sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; semuanya di neraka kecuali satu golongan." Para sahabat bertanya, "Siapakah golongan yang satu itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Yaitu yang mengikuti jalanku dan sahabat-sahabatku." Syāhid kedua dalam riwayat Abu Daud dari riwayat Abu Hurairah (no. 4596) dengan redaksi: "Orang-orang Yahudi telah terpecah menjadi 71 atau 72 kelompok dan orang-orang Nasrani telah terpecah menjadi 71 atau 72 kelompok. Sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 kelompok." Hadis ini ada dalam riwayat Tirmizi (no. 2640) dan Ibnu Majah (3991). Ia dihasankan oleh Al-Albāniy dalam Misykātul-Maṣābīḥ (no. 171, suntingan ke-2), As-Silsilah Aṣ-Ṣaḥīḥah (no. 1348), dan Ṣaḥīḥ Ibnu Majah (no. 3982).

[88] QS. Al-Ḥajj: 77.

[89] Di manuskrip kedua terdapat tambahan: "... dan sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung."

[90] Di manuskrip pertama dan kedua: "Juga di dalam hadis dari Nabi ".

[91] Di manuskrip kedua: "'alā sab'atil-a'ẓum" (di atas tujuh tulang ini).

[92] HR. Bukhari, Bāb As-Sujūd 'alā Sab'ati A'ẓum (no. 810); dan Muslim, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb A'ḍā`us-Sujūd wan-Nahyu 'an Kaffisy-Sya'ri waṡ-Ṡaubi wa 'Aqṣir-Ra`si fī Aṣ-Ṣalāh (no. 490) dengan redakasi: Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan dari Nabi , bahwa beliau bersabda, "Kami diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh tulang dan agar tidak melipat pakaian maupun rambut."

[93] Di manuskrip pertama: "Berurutan setiap rukun sebelum yang lain dan tumakninah di semua rukun." Sedangkan di manuskrip kedua: "Berurutan di antara rukun, setiap rukun sebelum rukun yang lain, dan tumakninah di semua rukun."

[94] Di manuskrip pertama: "dan tumakninah di semua rukun".

[95] Di manuskrip kedua: tiba-tiba seorang laki-laki masuk menemui kami, lalu mengerjakan salat.

[96] Di manuskrip pertama dan kedua serta cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd terdapat tambahan: "Lalu dia bangkit", namun tidak ada di naskah kajian Syekh.

[97] Di manuskrip pertama: "Maka Nabi bersabda kepadanya, 'Salatlah! Karena engkau belum mengerjakan salat.'" Sedangkan di mansukrip kedua: "Maka Nabi bersabda kepadanya, 'Kembalilah! Lalu ulangi salatmu karena kamu belum mengerjakan salat!'"

[98] Di manuskrip pertama: "Lantas dia berkata, 'Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak!'."

[99] Di manuskrip kedua: "Aku tidak bisa melakukan yang selainnya."

[100] Di manuskrip pertama: "Beliau bersabda, 'Jika engkau hendak mengerjakan salat'." Sedangkan di manuskrip kedua: "Maka Nabi bersabda, 'Jika engkau hendak mengerjakan salat ...'"

[101] Di manuskrip pertama dan kedua: "Hingga kamu berdiri dengan tenang."

[102] HR. Bukhari (no. 6251) dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu dan Muslim (no. 397). Hadis ini telah disebutkan takhrīj-nya.

[103] Kata "yang wajib" tidak ada di manuskrip pertama maupun kedua.

[104] Di manuskrip pertama dan kedua: "Maka Nabi bersabda."

[105] Di cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd: 'an 'ibādihi. Sepertinya salah cetak.

[106] Di manuskrip kedua: "Janganlah kalian mengucapkan, 'As-salāmu 'alallāh min 'ibādihi', tetapi ucapkanlah, 'At-taḥiyyātu lillāh'."

[107] Di manuskrip pertama dan kedua dihilangkan dari ucapan beliau: "Waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt... sampai ucapan: wa anna Muḥammadan 'abduhu wa rasūluh."

[108] HR. Bukhari, Kitāb Al-Ażān, Bāb Mā Yutakhayyar Minad-Du'ā` Ba'da At-Tasyahhud wa Laisa bi Wājib (no. 835) dengan redaksi: Abdullah bin Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Dahulu bila kami sedang bersama Nabi di dalam salat, kami mengucapkan, "As-salāmu 'alallāhi min 'ibādihi. As-salāmu 'alā fulān wa fulān." Maka Nabi bersabda, "Janganlah kalian mengatakan, 'As-salāmu 'alallāh.' Karena Allahlah Yang Maha Pemberi keselamatan. Tetapi ucapakanlah, 'At-taḥiyyātu lillāh, waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt. As-salāmu'alaika ayyuhan-Nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. As-salāmu 'alainā wa 'alā 'ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn.' Bila kalian mengucapkan ini maka ia berlaku untuk semua hamba di langit atau antara langit dan bumi. Lalu lanjutkan, 'Asyhadu an lā ilāha illallāh wa asyhadu anna Muḥammadan 'abduhu wa rasūluh.' Kemudian hendaklah dia memilih di antara doa yang paling disukainya lalu berdoa." Juga diriwayatkan oleh Muslim, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb At-Tasyahhud fi Aṣ-Ṣalāh (no. 402) dengan redaksi: Abdullah meriwayatkan: Dahulu kami mengucapkan ketika salat di belakang Rasulullah , "As-salāmu 'alallāh; as-salāmu 'alā fulān." Maka Rasulullah bersabda kepada kami di suatu hari, "Sesungguhnya Allah lah Yang Maha Pemberi keselamatan. Bila salah seorang kalian duduk tasyahud di dalam salat, hendaklah dia mengucapkan, 'At-taḥiyyātu lillāh, waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt. As-salāmu 'alaika ayyuhan-Nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. As-salāmu 'alainā wa 'alā 'ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn'." Bila dia mengucapkannya, maka doa itu berlaku pada semua hamba Allah yang saleh di langit dan di bumi. Lalu membaca, 'Asyhadu an lā ilāha illallāh wa asyhadu anna Muḥammadan 'abduhu wa rasūluh.' Kemudian hendaklah dia memilih di antara permintaan yang dia kehendaki."

[109] Kata "lillāh" tidak ada di manuskrip pertama maupun kedua.

[110] Di manuskrip pertama dan kedua: merendah, rukuk, dan sujud.

[111] Di manuskrip pertama dan kedua: setiap semua bentuk pengagungan kepada Rabbul-'Ālamīn.

[112] Kata "kafir" tidak ada di manuskrip pertama maupun kedua.

[113] Kata "lillāh" tidak ada di manuskrip pertama maupun kedua.

[114] Di manuskrip pertama: "Dari ucapan dan perbuatan kecuali yang paling baik." Sedangkan di manuskrip kedua: "Dari amalan, ucapan, dan perbuatan kecuali yang baik."

[115] Kata "rahmat" tidak ada di manuskrip pertama.

[116] Di manuskrip pertama: "dan pengangkatan derajat." Sedangkan di manuskrip kedua: "dan pengangkatan derajat" disebutkan setelah kata "keberkahan".

[117] Di naskah cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd: "was-salāmu 'alainā", dengan tambahan "wāw".

[118] Di manuskrip pertama dan kedua: di antara para penghuni langit dan bumi.

[119] Kalimat "waḥdahu lā syarīka lahu" tidak ada di manuskrip pertama maupun kedua.

[120] Di manuskrip pertama dan kedua serta cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd terdapat tambahan: wa asyhadu anna Muḥammadan 'abduhu wa rasūluhu.

[121] Di manuskrip pertama: "Bahwa tidak ada yang disembah di langit maupun di bumi." Sedangkan di manuskrip kedua: "Bahwa tidak ada yang disembah di langit dan di bumi."

[122] Di manuskrip pertama dan kedua: "Dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya; seorang hamba yang tidak boleh disembah."

[123] Di manuskrip kedua, ayat ini tidak disebutkan sempurna, namun hanya lafal: "Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqān (Al-Qur'ān) kepada hamba-Nya (Muhammad) ..."

[124] QS. Al-Furqān: 10.

[125] Kalimat "wa 'alā āli Muḥammad" tidak ada di naskah kajian Syekh, namun terdapat dalam cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd serta manuskrip pertama dan kedua.

[126] Di manuskrip pertama: "kamā ṣallaita 'alā āli Ibrāhīm." Sedangkan di manuskrip kedua disebutkan: "kamā ṣallaita 'alā Ibrāhīm wa 'alā āli Ibrāhīm." Dan di cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd dan naskah kajian Syekh: "kamā ṣallaita 'alā Ibrāhīm."

[127] HR. Bukhari, Kitāb Aḥādīṡul-Anbiyā` (bāb 10 no. 3370); dan Muslim, Kitāb Aṣ-Ṣalāh, Bāb Aṣ-Ṣalāh 'alā An-Nabiy Ba'da At-Tasyahhud (no. 406) dengan redaksi: Ka'ab bin 'Ujrah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan: Kami bertanya kepada Rasulullah dengan mengatakan, 'Wahai Rasulullah! Bagaimana cara berselawat kepada kalian, Ahli Bait, padahal Allah telah mengajarkan kami bagaimana mengucapkan salam kepada kalian?" Beliau bersabda, "Ucapkanlah: Allāhumma ṣalli 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita 'alā Ibrāhīm, wa 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd. Allāhumma bārik 'alā Muḥammad, wa 'alā āli Muḥammad, kamā bārakta 'alā Ibrāhīm, wa 'alā āli Ibrāhīm, innaka ḥamīdun majīd."

[128] Di manuskrip pertama: "Ialah pujian kepada hamba-Nya di alam malaikat tertinggi." Sedangkan di manuskrip kedua dan cetakan Universitas Muhammad bin Su'ūd: "Ialah pujian-Nya kepada hamba-Nya."

[129] Di manuskrip pertama dan kedua: "Abul-'Āliyah berkata, 'Ialah pujian Allah kepada hamba-Nya di alam malaikat tertinggi'."

[130] HR. Bukhari, Kitāb At-Tafsīr, Bāb Qauluhu Ta'ālā: Innallāha wa Malā`ikatahu Yuṣallūna 'alan-Nabiy, Yā Ayyuhal-Lażīna Āmanū Ṣallū 'alaihi wa Sallimū Taslīman (no. 4797) dengan redaksi: Abu Al-Aliyah berkata, "Selawat dari Allah ialah pujian-Nya kepadanya di sisi para malaikat. Sedangkan selawat dari malaikat adalah doa."

[131] Di manuskrip pertama: dan setelahnya berupa doa.

[132] Di manuskrip kedua: dan rukun salat.

[133] Lafal manuskrip pertama dan kedua: "sedangkan wajib salat adalah sesuatu yang bila ditinggalkan karena lupa maka dapat diperbaiki dengan sujud sahwi. Tapi jika dengan sengaja maka salatnya itu batal." Sedangkan di manuskrip kedua terdapat tambahan: "karena meninggalkannya."

[134] Yang terdapat dalam dua tutup kurung siku adalah tambahan dalam manuskrip kedua.